Rabu, 01 Juni 2011

Ashilla Part 3

Ashilla Part 3

Shilla mundur-maju mau memberikan keterangan, karena masih ada bagian-bagian yang bolong dalam cerita rekayasanya. Apalagi bila mengingat pertanyaan Nadya: “apa aja kata-kata Alvin waktu menyatakan perasaannya?” ngeri banget kan? Makanya, karena pertanyaan Nadya itu terlalu seram, Shilla sampai tak sanggup ngarang. Dan begitu Shilla sudah nekat mau memberikan keterangan –soalnya dia sudah benar-benar jutek dimusuhi terus- terdengar pemberitahuan dari secretariat bahwa tim basket SMA Buana Karya akhirnya akan ikut ambil bagian dalam kompetisi basket tingkat SMA. Karena itu latihan anak diadakan intensif, mungkin setiap hari, mengingat kompetisi tinggal dua minggu lagi.

Pengumuman itu begitu mendadak, karena izinnya juga turun mendadak. Sebelumnya para guru memang keberatan, soalnya anggota tim inti yang akan turun kebanyakan siswa-siswa kelas tiga, yang sebentar lagi harus menghadapi UAN. Jadi lebih baik menitikberatkan pada pelajaran dari pada basket. Basket kan gak di-UAN-kan.
Dengan adanya pengumuman itu, rencana Shilla terpaksa ditanguhkan, karena siangnya Alvin langsung ikut briefing.

“nanti aja Shill, abis kompetisi” jawab Alvin waktu disinggung soal itu. Shilla tidak membantah lagi, soalnya semenjak pengumuman itu turun tuh cowok emang jadi sibuk berat.

Dan semakin intensif Alvin latihan, berarti semakin intensif juga Shilla nongkrong di pinggir lapangan. Alvin tidak mengizinkan cewek itu pulang sendiri, meskipun saat itu sekolah sudah benar-benar sepi. Cewek-cewek ganas itu tidak terlihat lagi. Alvin takut Shilla dicegat di jalan, ditimpuk batu sih masih lumayan, kalo ditimpuk kapak kan urusannya bisa panjang.

Shilla suntuk juga tiap hari harus nongkrong di pinggir lapangan. Masalahnya, Alvin latihannya lumayan lama. Rata-rata dua jam tiap hari. Pernah dia ingin ikut latihan, sekedar ingin tahu dang anti suasana. Tapi Gabriel langsung melarangnya.

“jangan Shill! Ntar lo keinjek, lagi..”

Hah! Sialan gak tuh? Perasaan Shilla gak kecil-kecil amat. Keki juga dia waktu itu, diketawain ramai-ramai. Sebelum kenal Alvin, Shilla memang gak begitu akrab sama anak-anak basket. Karena mereka jangkung-jangkung, dia jadi minder. Apalagi setelah mereka tahu Shilla ternyata belum tujuh belas tahun, tambah habis si mungil itu digoda.

“elo mendingan belajar deh” kata Alvin sambil mengeluarkan buku dari tas “gak ikut bimbingan belajar kan?” Shilla geleng kepala “kalo gitu elo perlu pelajarin nih buku. Bagus. Banyak variasi soal”
Malas malasan Shilla menerima buku yang disodorkan Alvin, dan makin suntuk lagi

“fisika? Gak ada yang laen?”

“kenapa?”

“kan susah. Elo kayak gak tahu aja” -,-

“ justru karena susah, jadi harus lebih sering dipelajarin. Semakin susah suatu pelajaran, semakin gede juga porsi waktu yang harus disediakan. Paham?”

“gak. Abis udah siang sih” jawab Shilla ngelantur. Alvin ketawa

“dicoba deh.. oke ya? Met belajar”

Di saat sepi begini, dan Cuma tinggal segelintir orang, Alvin masih meneruskan sandiwaranya. Cowok itu mengusap kepala Shilla dengan penuh kasih saying *mauuuuu vin! #plakk*lalu cabut ke tengah lapangan. Shilla menarik nafas panjang-panjang begitu melihat satu kata di tengah sampul buku itu. FISIKA. Gede amat, membuat kepalanya tambah cenat-cenut.

_____*_____*_____*_____

Sebenarnya Alvin gak perlu khawatir soal keselamatan Shilla, sampai si mungil itu terpaksa ikut pulang telat tiap hari. Keke cs kan gak pernah lagi melakukan aksi penculikan. Kesannya kok kayak teroris. Kurang beradab, gitu.
Dan sehubungan dengan adanya kompetisi basket, sekarang Keke dan kawan-kawan sedang merencanakan aksi baru yang dijamin lebih bisa memberikan hasil. Yaitu aksi bikot!
Tapi itu baru alternative, karena mereka membutuhkan penawaran lain yang mereka anggap lebih lunak, meskipun agak-agak maksa.

Shilla melongo waktu Sabtu sore Ify datang dan cerita bahwa Keke dan Zevana sekarang sedang membentuk Panitia Khusus atau Pansus. Maksudnya jelas Cuma satu, mereka memaksa Shilla untuk mengatakan yang sebenar-benarnya, sejujur-jujurnya, sejelas-jelasnya, soal jadian dia dan Alvin.

“lucu kan?” Ify ketawa geli “itu kan namanya pelanggaran HAM! Orang mau pacaran sama siapa kek, itu hak masing-masing”

“siapa aja anggotanya?”

“gue gak tau pasti. Tapi yang ngerotok elo waktu itu ada semua Shill”

“waduh! Gawat!” Shilla langsung nepuk jidat

Alvin sendiri gak sempat lagi memikirkan hal itu. Jadwalnya benar-benar padat. Pulang sekolah harus latihan, setiap hari. Sementara bimbingan belajar yang diikutinya jadi lima kali dalam seminggu, makin meningkatkan kesibukannya. Total dia Cuma punya waktu istirahat hati Minggu. Itu pun kadang tidak bisa, karena dia anak baru kompleks tempat tinggalnya, jadi gak enak mau nolak kalau diajak ikut kegiatan ini-itu. Makanya waktu Shilla ngasih tahu soal Pansus itu, Alvin menanggapinya ogah-ogahan.

“paling gak serius” begitu katanya. Shilla akhirnya jadi ikutan cuek. Soalnya kalau selama ini Keke cs pada agresif, sekarang tidak ada gunanya sama sekali. Cuma dari Ify-lah Shilla mendengar bocoran rumor bakalan ada Pansus.

Eh, tapi ternyata.... bener euy!
Dua hari kemudian, setelah bak detektif swasta diam-diam menguntit Shilla ke mana pun cewek itu pergi, Nadya dan Iley, dua jubir Pansus, membajak si mungil itu ke toilet. Satu-satunya tempat di mana
Alvin tidak bisa terus nempel.
Dan mirip debt collector yang sudah tiga kali bolak-balik tiga kali tanpa hasil, dengan roman galak mereka ngasih tahu hasil rapat pansus, bahwa Shilla wajib memberikan keterangan YANG BENAR. Dan dalam waktu 3 X 24 jam! Kalau Shilla sampai berani menolak, apalagi melakukan walk out (maksudnya langkah pasti tak peduli) , pansus akan memberikan memorandum! Dan Shilla harus mengundurkan diri dari jabatan sebagai ceweknya Alvin -,- karena dengan penolakan, itu berarti memang benar ada rekayasa di belakang proses jadiannya mereka.

Ganas kan?
Shilla jadi pusing, di satu sisi dia tidak bersikap kayak anggota DPR, maju terus pantang mundur. Karena di samping tidak punya anggota cabinet, dia juga tidak punya pendukung fanatik. Di sisi lain, yang menyerahkan mandate kan Alvin, jadi Cuma Alvin yang berhak menentukan dia kudu lengser atau tudak.
Dan ini yang membuat Shilla makin pusing. Alvin kayaknya masa bodo amat terhadap pergerakan yang terjadi, sementara bila dilihat dari tampang Nadya dan Iley, yang sudah pasti merupakan sampel random ekspresi para anggota pansus, dengan emosi mereka pasti akan memaksa Shilla turun.
Karena tidak tahu mesti gimana, akhirnya Shilla Cuma diam. Sekaligus sambil menunggu apa benar bakalan ada memorandum. Kalau betul apa isinya?

Tiga hari kemudian, Keke telpon. Dia terpaksa berbaut begitu Karena dia tahu, meskipun satu kelas, dia takkan bisa mendekati Shilla apalgi ngajak ngomong empat mata.

“gue mau ngomong sama elo!” ketus banget suaranya. Tanpa ‘halo’ lagi

“apaan?” Shilla sama galaknya

“soal pesen yang sue sampein lewat Nadya sama Iley itu”

“ohh, itu. Mana? Katanya mau ngeluarin memorandum?”

“ini memorandumnya, bego!” bentak Keke

Shilla tercengang sesaat, terus ketawa keras. Memorandum kok dikasih tahunya lewat telepon?

“namanya memorandum itu pake kertas, Tante! Bukan lewat telepon”

“ahh, diem lu!” bentak keke. Tawa Silla makin keras

“makanya jangan sok pinter, ikut-ikutan bikin pansus. Memorandum itu apa, gak tau”

“DIEEEM!” bentak Keke, makin dongkol. “sekarang lo boleh ketawa. Tapi nanti kalo lo udah tau apa isi
memorandum itu, gue jamin..... lo gak bakalan bisa ketawa lagi!”

“oh yaaa? Apaan?” tantang Shilla, keberaniannya tidak surut. Dalam hati sih sebenarnya dia kerar-ketir juga. Cuma dia tidak mau memperlihatkannya, bisa makin bertingkah si Keke ini.

“heh!” Keke mencibir angkh “elo simak baik-baik ya..!”

Dan Shilla kontan ternganga. Terpana mendengar isi memorandum yang diucapkan keke dengan nada tegas itu.
Bahwa dalam waktu 2 X 24 jam, Shilla wajib memberikan keterangan. Kalau tidak, di kompetisi basket tingkat SMA minggu depan, pansus akan melakukan aksi pemboikotan atas senua supporter!
Gawat banget kan?

Besok paginya, waktu Alvin jemput, Shilla langsung menceritakan isi memorandum Keke itu dengan kecemasan yang benar-benar menggunung. Soalnya itu kan bisa jadi urusan runyam. Tapi Alvin malah tertawa dan meanggapinya dengan santai.

“gak mungkin!”

“kalo mungkin gimana? Udah deh, kita kasih keterangan aja yuk..”

“jadwal gue padet banget Shill. Elo kan tahu”

“ya.. gue sendiri aja”

“elo sendiri?” Alvin mengangkat alis tinggi-tinggi “berani? Elo bisa keluar tanpa bentuk nanti”
Keberanian Shilla ciut

“jadi gimana dong?”

“gak usah ditanggepin! Biarin aja, mereka kurang kerjaan!”

_____*_____*_____*_____

Ancaman itu ternyata benar-benar serius. Begitu batas waktu 2 X 24 jam sudah lewat dan Shilla tetep tenag-tenang saja, Pansus langsung bertindak.
Sebenarnya Shilla suma tenang di luar, dalam hati sih dia cemas banget. Tapi karena Alvin sudah bilang ‘cuekin aja’ ya terpaksa dia patuh. Sebagai kopral, kan jelas dia nurut aja apa kata komandan.
Sekarang Shilla tinggal menunggu laporan Ify, yang punya jabatan rangkap: sohib sekaligus koresponden. Soalnya, sejak jadi kembar siamnya Alvin, hubungan Shilla dengan dunia luar agak-agak renggang. Sekarang cewek-cewek rada segan mau ngomong sama Shilla, karena begitu ngeliat makhluk kece yang gak pernah jauh dari Shilla, mereka suka berdoa tanpa sadar, semoga Shilla dan Alvin cepet bubaran. Jadi dari pada mendoakan yang jelek melulu, mending menghindar.
Dan menurut laporan Ify, ancaman itu ternyata sangat serius!
Katanya, Keke bakalan ngasih duit sepuluh ribu perak per orang buat mereka yang gak nongol di GOR hari minggu besok. Waktu Shilla member tahu Alvin soal itu, cowok itu tetap tenang.

“gak mungkin lah Shil, sepuluh ribu kali seratus orang aja udah berapa? Satu juta. Ini sekolah punya murid berapa ekor? Hampir 2.500! jadi berapa totalnya? Dua puluh lima juta! Gila apa? Uang segitu bisa buat beli mobil tau!”

“vin, elo gak tau Keke sih. Tu anak belanja baju aja yang paling deket di Singapura sama Hong Kong. Sekarang dia malah suka bolak-balik Paris-London. BMW yang dia pake ke sekolah tiap hari itu, STNK-nya udah atas nama dial oh. Hadian ultah sweet seventeen tahun kemaren. Kadi, kalo Cuma duit dua puluh juta sih.... kecil!”

“jadi??”

“elo mau tanding tanpa supporter??”

“kan ada elo? Ify, Daud temen-temen sekelas. Pasti mereka gak mempan sogokannya Keke. Yang cowok loh. Gak tau deh kalo cewek”

“jadi cuekin aja nih??”

“iya!”

_____*_____*_____*_____

Anggota tim basket sendiri berusaha gak ambil pusing masalah itu. Mereka tetap giat latihan meskipun usaha pemboikotan lumayan ekstrem. Di saat mereka latihan di halaman sekolah, murid-murid jarang yang mau sejenak berhenti untuk nonton, apalagi memberikan semangat. Semuanya Cuma lalu-lalang, lewat begitu saja seakan anggota tim basket tak tampak mata.

Tapi ternyata bukan Cuma sampai di situ. Pansus punya aksi, cheeeleaders yang sepanjang sejarah pembasketan SMA Buana Karya selalu ikut ambil bagian, juga ikut diboikot!
Cewek-cewek manis itu dilarang tampil mengiringi tim basket di kompetisi nanti. Biar aja cowok-cowok itu bertanding sendiri.
Padahal kelompok cheerleader itu latihannya lebih intensif, kalau tim basket baru latihan begitu izin dari Kepsej turun, cewek-cewek itu malah udah start waktu izin itu masih jadi desas desus. Dan begitu izin benar-benar keluar, tiap hari mereka malah latihan sampai sore.
Tapi cewek-cewek yang kebanyakan siswi kelas satu dan dua itu terpaksa pasrah, ikhlas merelakan usaha keras mereka jadi mubazir. Soalnya ekskul cheerleader yang tergabung dalam wadah bernama Buana Karya Cipta (?) itu bisa eksis dengan berbagai macam kegiatan karena dukungan dana dari ortu Keke. Jadi mereka gak enak mau masa bodo atau jalan terus.
Rio, kapten tim basket SMA Buana Karya, geleng-geleng kepala. Tidak percaya waktu Zahra, koreografer kelompok cheerleader, menyampaikan berita bahwa mereka gak bisa ikut memeriahkan kompetisi seperti yang sudah-sudah.

“ada apa?” Tanya Debo, salah satu anggota tim inti, begitu Zahra pergi dengan wajah lesu. Rio garuk-garuk kepala, lalu menarik nafas panjang banget, baru menjawab

“yaaaaaaahh.. no supporter! No cheerleader! Bener-bener no one! Only us!”

Gabriel yang berdiri di samping Alvin, tiba-tiba ketawa. Dia merangkul cowok di sebelahya.

“ini gara-gara elo vin, bener-bener hebat! Gue salut!!!”

Alvin Cuma menyeringai, mereka melanjutkan kembali meneruskan latihan meskipun berita itu agak memecahkan konsentrasi.

Tapi Shilla yang duduk di pinggir lapangan dengan buku di pangkuan jadi ternganga saat mendengar percakapan itu. Tanpa supporter, dan sekarang tanpa cheerleader pula?
Ini sih bener-bener kelewatan!!

_____*_____*_____*_____

Shilla merasa dia gak boleh diam aja. Dia harus bertindak! Ini sudah kelewatan, masa Cuma gara-gara dia jadian sama Alvin, harus nama sekolah jadi taruhan? Tapi dia gak mau minta pendapat Alvin, paling nanti dia disuruh nyuekin lagi.

“shilla...” shilla mendingak. Ternyata Daud “kenape ngelamun?”

Shilla tersenyum tipis, menggeser badannya membagi kerindangan pohon untuk cowok yang tumben-tumbenan sudi mampir melihat orang main basket. Karena bagi Daud, satu-satunya olahraga yang menurutnya menarik adalah lari -.-

“ngelamunin ini, yang pada mau bertanding”

“oh iye Shill, gue denger-denger, katenye tim cirlider juge diboikot ame Keke, ye?” Tanya Daud pelan

“iya..” desah Shilla lirih “gue jadi gak enak nih Ud”

“kenape?”

“yaa kan gara-gara gue”

“kagak juge”

“kok begitu? Udah jelas-jelas semua ini gara-gara Keke jealous sama gue”

“orang kaye kelakuannye emang begitu.. kagak di mane-mane Shill”

“elo kok gak? Babe lo kan juragan tanah” -,-

“gue mah laen” jawab Daud serta merta “gue pan orangnye kagak sengak! Dose kate enyak gue. Kite
kagak boleh belagu! Harte pan titipan Tuhan. Bise diambil lagi ntar”
Shilla tersenyum lebar. Dia salut banget sama cowok betawi satu ini *anggap aja Daud orang betawi*

“jadi gimana Ud” keluh Shilla. Sebenarya dia tidak mengharapkan jawaban, tapi Daud jadi ikut putar otak melihat muka karuh di sebelahnya.

“emangnye nyang namenye cirlider kudu cewek ye?”

“ya gak ada peraturannya begitu sih”

“ya udeh! Gue juge mau jadi cirlider. Timbang joget-joget doing. Cetek”

“ngaco lu ah!!” Shilla terbelalak lalu ketawa “masa cowok mau jadi cheerleader?”

“yeeee daripade kagak ade Shill. Cirlider emerjensi, ape mau dikate?”

Shilla terdiam. Boleh juga sih sebenarnya, tapi gak ah.. gila!!!

“tapinye elo jangan bilang sape-sape dulu ye,, takut ntar Keke tau, terus gue diboikot juge”

“elo serius Ud?” shilla tebelalak menatap cowok itu. Tapi dia tidak menjawab, ternyata dia lagi serius
mikir, keningnya sampai keriting

“entar latihannye di rume gue aje. Biar aman. Pan kesian, ude latihan panas-panasan saban ari, ehhh kagak ade nyang dateng buat nyuport, kagak ade cirlider juge”

“terus lo mau ngajak sapa Ud? Mana ada yang mau lagi”

“entar gue pikirin di rume” Daud bangkit berdiri “gue pergi dulu ye Shill, ude tenge ari banget nih”

“he-eh deh makasih ya Ud”

“iyeee.. eh..” mendadak cowok itu balik lagi “besok pesen nasi kagak?”

Shilla diam sejenak, sebenarnya sih dia udah bosan, gila aja. Enam bulan lebih dia ditawarin nasi uduk terus tiap harinya, tapi karena Daud sudah berbaik hati mau ikut mikirin aksi boikot ini, Shilla jadi agak tega nolak.

“iya deh”

“ame Alpin sekalian?”

“iya dong, tapi duitnya besok ya”

“emtu gampang dah. Pekare duit mah kalo nasi ude di tangan. Yuk,, gue jalan dulu”
“yuk,, daaaaah”

Shilla menatap Daud sampai cowok itu menghilang di balik gerbang. Dia tahu kenapa cowok itu mau memberikan bantuan, Karena Daud juga pernah sakit hati sama Keke, soalnya Keke nyebut nasi uduknya
‘Nasi Udik’

“udah jaman millennium begini, masih makan nasi uduk juga” gitu Keke pernah ngomong, di depan kelas, lagi!
Padahal apa hubungannya ganti millennium sama nasi uduk coba?

_____*_____*_____*_____

Shilla benar-benar tidak bisa lagi Cuma diam. Dibantu Ify, Ray, Ozy, Irsyad dan segelintir orang lagi, dia berusaha sebisa mungkin mengumpulkan supporter. Tapi susah, yang doyan olahraga, apalagi penggemar basket, rata-rata sudah terima uang dari Keke, otomatis mereka diharamkan untuk datang.
Yang ada tinggal mereka-mereka yang tidak tertarik pada pertandingan olahraga. Nonton di tv yang bisa sambil makan, tidur-tiduran, bahkan tidur betulan saja mereka malas, apalagi ini yang langsung ke GOR.

Meskipun begitu, Shilla tetap berusha. Coba memberikan keyakinan bahwa bagaimanapun juga loyalitas tidak bisa diukur dengan uang. Baru dikasih sepuluh ribu perak aja masa langsung gak peduli dengan perjuangan teman-teman yang berusaha mengharumkan nama sekolah. Gimana kalau nanti Belanda balik lagi, terus nawarin jutaan gulden buat jadi kmpeni. Gimana coba?
Makanya, meskipun sudah pontang-panting sampai hari ketiga, empat hari sebelum kompetisi dimulai, Shilla Cuma dapat lima puluh supporter. Itu juga dua puluh orang teman sekelas yang ternyata memang tidak mempan sogokannya Keke.

Tapi untuk gedung GOR yang kepasitasnya sepuluh ribu orang, itu sama saja seperti teriak di padang pasir. Tidak mungkin ada gemanya. Selain itu Shilla juga tidak tahu Daud serius atau tidak soal cheerleader itu, karena setelah waktu itu Daud gak bicara apa-apa lagi. Dan sewaktu ditanya, tu cowok Cuma cengar-cengir kuda. Dan ketika diam-diam Shilla lewat beberapa kali di depan rumah juragan nasi uduk itu, rumah Daud mah tampak sepi! Tidak ada tanda-tanda orang berkumpul, apalagi suara music mengentak-entak yang sering dipakai untuk mengiringi cheerleader.
Akhirnya Shilla menarik kesimpulan bahwa waktu itu Daud Cuma simpati sesaat.
Cheerleader cowok? Emang edan banget sih!

_____*_____*_____*_____

Ternyata Alvin juga mulai menerima tekanan dari teman-teman satu timnya.

“emang konyol sih” keluh Gabriel “ naksir orang emang hak asasi setiap orang. Hak kita untuk memilih cewek yang kita mau, tapi khusus elo ini laen Vin, masalahnya udah merembet ke mana-mana. Udah gak masuk akal lagi kalo sampe hal sepenting ini jadi taruhannya. Makanya....” Gabriel menepuk-nepuk pundak Alvin “mending lo jelasin deh ke cewek-cewek yang jealous itu”

Rio, Dayat juga Debo setuju sama usul itu

“demi tim kita Vin” kata Gabriel “orang cemburu itu jusru harus lebih diwaspadain, masih mending orang gila, udah ketahuan!”

Tapi usul untuk memberikan penjelasan itu Cuma ternyata Cuma datang dari pemain inti. Sementara lima pemain cadangan sama sekali tidak peduli soal pemain cadangan sama sekali tidak peduli soal ketiadaan supporter dan cheerleader itu.

Alvin jadi bingung dengan adanya kejadian ini, keputusannya untuk ngajak Shilla ngasih keterangan di depan pansus jadi maju-mundur. Empat orang mengajukan sebaiknya begitu, lima orang cuek bebek.
Tapi besoknya hari jum’at dua hari menjelang pertandingan, di madding ditempelkan pengumuman yang gedenya gila-gilaan. Ditulis dengan tinta merah di atas selembar kertas karton hitam. Bunyinya:

UNTUK TEMEN-TEMEN SMA BUANA KARYA!

DATANG KE GOR HARI MINGGU BESOK. KARENA AKAN ADA KEHEBOHAN BESUAAAAARRR!!!!
LUPAIN DUIT 10 RIBU PERAK. KARENA KALO ELO-ELO PADA GAK DATENG DIJAMIN BAKALAN..... RUGI BERAT..RAT...RAT......RAT! MENYESAL SEUMUR HIDUP....DUP....DUP....DUP....!

10 JUATA PERAK JUGA GAK BAKALAN NUTUPIN KERUGIAN ELO! GAK BAKALAN NGILANGIN PENYESALAN ELO-ELO KARENA GAK DATENG DAN MENYAKSIKAN KEHEBOHAN ITU.
MAKANYAAA.....
DATANGLAH BERI DUKUNGAN UNTUK TIM BASKET KITA! DAN ELO-ELO BAKAL MENYAKSIKAN SESUATU YANG LAIN DARIPADA YANG LAIN.
DAHSYAT DAN MENCENGANGKAN!!!!

TTD: POLTERGEIST (HANTU TANPA WUJUD)

Pengumuman itu langsung menimbulkan gemparan. Semua bertanya-tanya dan jadi penasaran.
Yang paling kelimpunyan adalah Rio. Dia dibombardir pertanyaan dari mana-mana. Tapi dia tidak bisa memberikan jawaban apa-apa karena memang tidak tahu apa-apa. Waktu dia mau nanya ke salah satu anggota timnya, mereka malah lebih antusias lagi mencari tahu siapa si Poltergeist itu. Lima pemain cadangannya malah sebodo teuing. Gak pusing.

Rio makin penasaran lagi ketika mencerna surat kaleng. Isinya singkat:

GAK USAH KUATIR SOAL SUPORTER, MEREKA PASTI PATENG!! DIJAMINNNN!!
(dari kita-kita anggota cheerleader)

Cuma begitu isinya. Rio bingung, dia langsung mencari Zahra, tapi Zahra bilang, surat itu bukan dari mereka karena tetap tidak akan bisa tampil.
Rio tercenung. Berarti.... ada kelompok cheerleader lain!

_____*_____*_____*_____

Munculnya pengumuman aneh itu langsung diantisipasi oleh pansus dengan jalan menaikkan jumlah sogokan. Sepuluh ribu lagi. Kali ini dari koceknya Zevana.
Soalnya dampak pengumuman itu ternyata memang dahsyat. Hampir delapan puluh persen uang yang sudah dibagi-bagikan, langsung dikembalikan. Semua yang menbaca deratan kata itu kebanyakan langsung terhasut dane memutuskan untuk nonton.

Tapi ketika uang sepuluh ribuan yang disodorkan bertambah jadi dua lembar, banyak yang ngiler dan kontan bimbang. Cewek-cewek anggota pansus emang gak kurang akal. Mereka berusaha meyakinkan bahwa yang namanya kompetisi antar-SMA sih kompetisi kelas Amatir, jadi gak rugi deh kalo gak nonton. Kobatana, itu batu keren. Berkelas! Seru!

Akibat lain dari munculnya pengumuman misterius itu adalah Shilla jadi kena teror. Sebentar sebentar telpon berbunyi, dan meskipun orang di ujung sana berbeda disetiap deringnya, isinya tetap sama. Dengan nada tegas, cenderung kasar dan maksa, Shilla disuruh mengaku sedang merancang rencana apa!

Keke dan Zevana bahkan dengan tegas dan terus menuduh Shilla-lah orang dibalik munculnya pengumuman itu, dan meskipun Shilla sudah berteriak sampai nyaris histeris dan bilang bahwa dia tidak tahu apa-apa, cewek-cewek yang lagi pada cemburu buta itu tetap tidak ada yang percaya.
Shilla sendiri mulai curiga, asal-muasal pengumuman itu pasti dari Daud. Tapi dia tidak punya kesempatan bertanya, karena hari Jum’at saat pengumuman itu muncul Daud langsung pulang begitu bel. Tidak menanyakan pesanan nasi usuk seperti biasanya. Sabtu-nya Daud malah tidak masuk. Ditelepon ke rumahya, katanya lagi pergi!
Daripada donkol, akhirnya Shilla terpaksa nginap di rumah Acha, sepupunya Gabriel. Si Acha ini dari seminggu yang lalu sudah nelepon Shilla bahwa dia pengen banget bawa kue buat cowok-cowok yang mau betanding. Makanya dia minta Shilla bantuin masak.

Sebetulnya sih Shilla malas. Soalnya cowok-cowok basket itu perutnya pada susah kenyang-nya sih. Nagsih makan mereka tuh kayak ngasih makan sapi ._.v *jangan timpukin saiia* kudu banyak!
Tapi dari pada kuping jadi sakit, kepala jadi sakit, hati apalagi, mending sakit badan, istirahat sebentar bisa hilang. Karena itu, setelah geladiresik siang itu, Shilla ikut mobil Gabriel.

_____*_____*_____*_____

Bersambung....

Ashilla Part 2

Ashilla Part 2





_____*_____*_____*_____



Sore itu tiba-tiba saja Alvin muncul di teras rumah Shilla. Ternyata cowok itu bawa mobil Jeep.



“jadi, mau besuk Kiki?” tanyanya langsung. Masih dengan gaya khasnya. Dingin. Tanpa “hai” apalagi

“selamat sore”. Shilla yang sempat terkesima dengan kedatangan Alvin yang mendadak itu langsung tersinggung.



“pasti..! ini mau ganti baju. Tapi... elo kok bisa tau rumah gue?”



“emangnya gue gak punya informan yang bisa ditanyain?” jawab Alvin



Shilla Cuma diam

Kemudian Alvin berkata “gue ikut yah? Elo keberatan?”

Shilla menatapnya heran dan semakin tersinggung lagi



“gue pasti bilang ke Kiki kok Vin, kalo bangkunya sekarang ditempatin anak baru. Gak udah kuatir deh”



“bukan itu” Alvin menggeleng “tinggal dia satu-satunya temen sekelas yang belom gue kenal”



Shilla mengigit bibir dan menimbang-nimbang. Sebernya ia tak ingin pergi berdua Alvin. Cukup di kelas dia ketakukan setiap hari. Tapi bingung nolaknya. Akhirnya setelah beberapa saat terdiam, Shilla mengangguk juga, -terpaksa- apa boleh buat. Habis, mau bagaimana lagi?

Dan sepanjang perjalanan, lagi-lgi Alvin tidak bersuara sama sekali. Blas! Hening! Sunyi! Senyap! Dan semacamnya (?)

Shilla terpaksa menahan sabar, menahan dongkol, menahan kesal, menahan marah, menahan kaki yang rasnya kepingin loncat saja keluar. Dan dia bertekad, dari rumah sakit nanti, dia mau pulang sendiri naik bus!



“Sudirman belok kanan Vin”



“gue udah ke sana, ngobrol sama Kiki malah”



“apa?” shilla terjolak kaget



“sorry...” Alvin menoleh sekilas “gue Tanya Daud”



“kok elo gak bilang? Terus elo ngapain ngajak gue keluar?”



“jadi elo gak mau pergi sama gue? Mau pulang sekarang?”



Shilla diam. Bingung. Aneh banget si Alvin ini..!



“maksud lo apa sih?”



Alvin tidak menjawab. Sepasang matanya menatap lurus ke ruas jalan.



“Vin?” ulang Shilla mulai jengkel. Ketika Alvin tidak juga bereaksi, Shilla mengeluarkan ancaman



“kalo elo gak mau ngomong juga, gue turun di lampu merah depan”



Barulah Alvin bereaksi. Dia menarik napas panjang-panjang, lalu membelokkan mobil ke jalan kecil yang dihiasi rimbun pepohonan di sisi kiri dan kanan, dan berhenti di satu sisinya. Tapi kemudian lagi-lagi dia Cuma diam. Menatap ke depan begitu lama padahal tidak ada apa-apa di sana. Cuma gelap dan bayang pepohonan.

Namun Shilla sudah tidak mau bertanya lagi. Saking dongkolnya, dia kini pasrah. Sehari-hari di kelas saja Alvin sudah lebih bisu dari pada orang bisu (?)

Akhirnya Alvin buka suara. Mungkin akhirnya dia sadar bahwa dia yang punya kepentingan, jadi dialah yang harus ngomong.



“gue... pernah punya cewek Shill, diaa... dia suka kebun teh”



Dahi Shilla mengernyit seketika. Tercengang sekaligus tidak mengerti kenapa Alvin cerita



“dan gue.. gue suka.. kebut-kebutan”



Alvin diam lagi setelah mengucapkan satu kalimat terputus-putus itu. Kening Shilla makin keriting (?). dia betul-betul tidak tahu hubungan antara pacar, kebun teh, dan kebut-kebutan.



“te..russ?” Tanya Shilla, pelan dan hati-hati



“yah karena dia suka kebun teh,.. gue ajak dia ke kebun teh”



“oh..” shilla ber-oh meskipun sebetulnya tidak paham maksud kalimat Alvin. Ya jelas dong kalau orang suka kebun teh, ya diajaknya pasti ke kebun teh. Masa ke kebun singkong? Alvin ini aneh banget deh!

Tapi kemudian Shilla melanjutkan “pasti dia suka”



“gue gak tau”



“loh kok?”



“ya karena.. karena...” Alvin menelan ludah, “dia udah gak bisa gue tanyain lagi”



“kenapa? Putus?”



“bukan..” lirih banget suara Alvin “bukan putus.. diaa.. dia.... meninggal”



Shilla terperangah

“maksud lo?”



Alvin tidak menjawab, dia malah mengalihkan wajahnya ke arah lain dan menatap kegelapan di sana. Ketika berbicara lagi, suaranya benar-benar bergetar hebat.



“ke kebun teh. Di lereng gunung... kami naik motor. Waktu itu gue ngebut. Gue suka kebut-kebutan dan Sivia tau itu. ‘ayo kita lawan angin’ begitu dia bilang waktu itu. Dan itu bikin gue lupa diri. Motor gue gas gila-gilaan. Gue pikir, apalagi yang mesti gue pikirin kalo cewek yang gue bawa gak ketakutan? Kami ketawa keras-keras , kami kibarin slayer tinggi-tinggi. Tapi.... gue lengah. Gue..” suara Alvin semakin serak. “kami menerjang pagar pengaman. Dia kelempar Shill.. hampir seratus meter. Sivia tergeletak di antara pohon-pohon teh, jauh di bawah. Dan dia... dia...” kelapa Alvin terkulai di atas setir. “dia koma.. dan meninggal. Gue bunuh dia.. di tempat yang paling dia suka!!”



Shilla terperangah tak percaya. Apalagi saat dilihatnya air mata Alvin mengalir. Tak ada isak yang keluar, tapi tangis seorang cowok, makhluk yang pantang mengeluarkan air mata, itu berarti beban yang dia tanggung benar-benar berat. Beban perasaan bersalah yang pasti akan membuatnya membenci diri sendiri. Dan itu tak bisa dihindari dengan jalan apapun.



Kecuali berdamai dengan perasaan bersalah itu. Coba melupaka, atau membiarkan saja dan menerima kenyataan bahwa memang itulah yang sudah terjadi.

Ragu, Shilla menyentuh bahu cowok di sampingnya.



“Vin,,” bisiknya pelan “itu udah terjadi. Gue gak bilang itu harus dilupakan. Cuma... itu lah kenyataannya. Takdir Vin,, elo Cuma perantara”



“tapi kalo hari itu dia gak gue ajak pergi, apa dia tetep mati? Gak kan Shill? Biarpin kami pergi, kalo gue gak ngebut, apa dia juga tetep akan mati? Gak kan? Nggak!! Bukan takdir yang salah!! Gue yang salah..!!”



Shilla bingung sendiri sekaligus ketakutan. Mendadak Alvin mirip orang kesurupan. Dia membentak-bentak Shilla yang sebenarnya tidak tahu apa-apa.



“Vin, denger yah” kata Shilla sabar “bukan elo yang salah, itu udah....”



“bukan gimana??” bentak Alvin “gue yang salah”



“iya.. iyaaaa.. elo yang salah!” jawab Shilla akhirnya



Dalam hati ia ingin protes keras, kenapa dirinya yang terkena omelan?



“waktu itu hujan. Jalan licin. Semua udah ngelarang kami pergi. Apalagi ke gunung. Tapi gue nekat..”



“betul..!! elo yang salah” tandas Shilla dengan suara tinggi “udah jelas-jelas hujan, kenapa elo pergi juga? Betul itu elo yang salah..! gak bertanggung jawab!” sambungnya bertubi-tubi. ‘Mending ikutan nyalahin aja deh. Dari pada gak selamet’ batinnya.



Mendengar itu seketika tubuh Alvin terhempas, dia menutup wajah dengan telapak tangan. Napasnya memburu, turun-naik dengan cepat. Shilla melunakkan suaranya, dia ngomong pelan dan takut-takut.



“Vin, umur Sivia emang Cuma sampe hari itu. Jalan ia meninggal udah ditentukan begitu, lewat elo. Berapa kali pun elo protes, kejadian itu udah terjadi kan? Elo memohon jutaan kali pun, dia gak akan hidup lagi”



“tapi..”

Shilla buru-buru memotong kalimat Alvin, “Vin, kalo elo ngamuk begini, nanti lama-lama gue bisa mati juga lohh“ -,-



Seketika Alvin tersadar. Shilla benar-benar ketakutan dan sudah terdesak sampai di celah antara jok dan pintu.



“Shill,, maaf... maaf” Alvin meraih cewek itu dan memeluknya kuat-kuat *vin, aku juga mau #plakplak*. Shilla tersentak. Minta ampun nih cowok! Bentak-bentak orang sembarangan, meluk orang juga sembarangan.



“ohh, tenang aja. Gak apa-apa kok. Belom pernah ada cerita orang bisa mati gara-gara dibentak“ -,- Shilla buru-buru melepaskan diri.



“maaf Shill, gue gak sadar”



“iya, gak apa-apa” Shilla buru-buru menenangkan, takut dapat pelukan tiba-tiba lagi.



Alvin menghela nafas, menutupi wajah dengan satu tangan. Tubuhnya lunglai, lalu menelungkup di atas setir.



Hening. Cowok itu tenggelam dalam pikirannya sendiri dan Shilla tak berani mengusik.



“ini rahasia kita Shill” tiba-tiba Alvin mengangkat wajah. Tertegun, Shilla menetap wajah kuyu itu.



“jangan bilang siapa pun kalo lo pernah liat gue nangis” Shilla mengangguk “itu sebabnya kenapa selama ini gue bersikap dingin, kasar. Gue gak mau ada satu cewek pun deket gue”



“iya..” Shilla mengangguk lagi, meskipun dalam hati agak heran. Apa Shilla gak kaya cewek ya? “jadi siapa yang harus pindah?”



“maksud lo?”



“iya. Siapa yang harus pindah? Gue apa elo? Tapi sih bagusnya elo aja. Meski pun bermasalah, mendingan elo yang pindah ketimbang gue”



Alvin semakin tidak mengerti “kenapa salah satu dari kita harus pindah?”



“loh.. tadi elo bilang, lo gak mau ada satu cewek pun deket elo. Gue cewek loh. Apa tampang gue mirip Daud” -,-



Alvin kontan ketawa. Sekarang gentian Shilla yang menatap tidak mengerti. Alvin geleng-geleng kepala disisa-sisa tawanya. Sesaat kemudian wajahnya kembali serius.



“ulang tahun Keke lo dateng?” Tanya Alvin



“belum tau, emangnya kenapa?”



“dateng yuk Shill, gue jemput ya”



Shilla tersentak kaget. Alvin menatapnya seperti merasa bersalah



“Shill, gue minta maaf. Tapi gue bener-bener perlu bantuan lo. Kalo kita dateng berdua, mereka akan berfikir ada something di antara kita. Dan itu gue harap akan bikin mereka mundur. Gue udah capek ngeliat mereka numpuk di sekeliling meja, tiap pagi, tiap istirahat, tiap jam kosong. Gue juga udah males ngelayanin ajakan mereka. Makan, pulang bareng, belajar kelompok, bergabung di ekskul ini-itu. Belom cewek-cewek yang bikin gue habis kesabaran. Kayak Zevana, Keke, Nadya, Aren terus... gak tau siapa-siapa aja mereka yang laen itu..”



Shilla tertegun. Tidak tahu harus senang atau sedih mendengar kata-kata itu. Sesuatu di dalam dadanya terasa luluh saat itu juga.



“konsekuensinya Vin...” ujarnya pelan



“elo punya cowok?” kali ini ganti Alvin yang tersentak kaget “atau... lagi ada yang elo suka?”

Shilla buru-buru geleng kepala “bukan itu. Maksud gue...”



“kalo mereka nyangka kita beneran..”

Alvin mengangkat alisnya, “biarin aja. Bagus malah! Atau....” ditatapnya Shilla dengan seksama “elo gak mau??”



Shilla menarik napas diam-diam. Nelangsa.



“bukan itu,, cumaa...”



“Cuma pura-pura kok Shill, kalo nanti ada cowok yang lo suka, lo boleh pergi..”

Seketika Alvin menggenggam kedua tangan Shilla



“shill, tolong. Please..” bisiknya dengan nada memohon yang begitu sulit untuk ditolak



“semuanya gue serahin ke elo. Lo boleh bilang apa aja, lo boleh bilang kita memang pacaran, lo boleh bilang gue suka sama elo. Apa aja, gue akan mengiyakan semuanya”



Shilla menatap wajah yang begitu dekat itu. Perlahan ia mengangguk meskipun hatinya patah, paling tidak peluang itu tertutup untuk semuanya. Dan dia akan menjadi satu-satunya orang yang paling dekat dengan Alvin. Meskipun Cuma untuk sementara dan tanpa ada hubungan apa-apa.



_____*_____*_____*_____



Setelah kejadian itu, setelah Alvin menceritakan segalanya, Shilla tidak lagi melihat Alvin sebagai sosok yang menakutkan. Shilla justru jadi iba. Pada semuanya, pada kenangan menyaitnka itu, pada penyesalan Alvin yang pasti tak tertebus. Terutama pada cara menghalau gadis-gadis yang mendekat.

Dan saat melihatnya lagi pagi ini, berjalan masuk dan menebar pesona yang dimilikinya, dingin tanpa peduli sekeliling, rasanya tak percaya kalau semalam dia telah melihat cowok itu menangis.



“Pagi...” sapanya pun masih seperti biasanya, tanpa senyum. Formal seperti memang harus dilakukan, suka atau tidak.



“Pagi” jawab Shilla. Juga seperti biasa, tanpa senyum



Meskipun kaget karena Alvin telah menganggapnya sebagai orang yang bisa dipercaya dengan menceritakan suatu rahasia yang mungkin paling hitam, Shilla tetap tidak anak memberikan senyumnya kalau Alvin tidak senyum duluan. Nanti dikira dia punya maksud lagi. Dan senyum dianggap senyum murahan.



“Apa kabar, Shill?”



Shilla menoleh. Nah, ini baru tidak biasa. Biasanya Alvin tidak pernah peduli pada keadaan Shilla.



“Baik”



“gitu ya?? Bagus deh”



Diam-diam Alvin mengamati reaksi cewek di sebelahnya hari ini. Ternyata tetap tidak berubah. Tetap seperti Shilla yang kemarin-kemarin. Yang tidak peduli sama sekali. Yang beru suka bersuara kalau ditegur duluan. Yang lebih suka mengunyah sendiri semua kuenya tanpa menawari apalagi bagi-bagi.

Alvin bersyukur, berarti dia tidak salah memilih teman sebangku. Berarti juga dia telah menceritakan beban hidupnya yang paling berat pada orang yang tepat.



Tapi seharian Alvin jadi gelisah. Mungkin dalam hati, Shilla juga sama gelisahnya. Semalaman malah dia nyaris tak bisa memejamkan mata, masih belum yakin apakah Alvin serius dengan permintaannya itu. Apalagi cowok itu tidak ngomong apa-apa hati ini.



Shilla tidak tahu bahwa Alvin sebenarnya ingin membahas masalah itu secepatnya. Tapi kondisinya

tidak memungkinkan. Di kelililngnya masih juga bertebaran begitu banyak cewek. Meskipun waktu itu jadi sempat lepas control, marah sejadi-jadinya karena jengkel dikrubungi terus, ternyata tetap tidak bisa mengusir mereka terlalu jauh.



Zevana, Keke, Nadya, Aren dan masih banyak lagi yang membuatknya ingin berteriak sekeras-kerasnya. Terpaksa Alvin menunggu waktu pulang. Dia harus mengajak Shilla pulang sama-sama untuk membahas soal itu. Sayangnya dia lupa. Begitu bel pulang menjerit, Shilla selalu langsung kabur ke kelas Ify, sohibnya di XII IPA 2.



Terpaksa Alvin menguntit dua cewek itu diam-diam. Baru setelah keadaan sepi dan aman, buru-buru dia dekati mereka. Menghadang dengan cara menghentikan mobil pas di depan mereka.



“Hai..” Alvin menyapa Ify terlebih dulu



“Hai juga...” Ify membalas agak ragu. Soalnya ini pertama kalinya dia berhadapan muka dengan cowok yang telah menggemparkan sekolah.



“gue ada perlu sama elo Shill” Alvin menatap Shilla. Cewek itu langsung tahu, pasti tentang itu, tentang mereka nanti akan ‘pacaran’.



Ify menatap mereka berdua. Alisnya bertaut Shilla buru-buru member alasan, karena Ify tidak boleh sampai tahu.



“Alvin mau kenalan sama Kak Erland, Fy” jelas Shilla, menyebut nama salah satu sepupunya yang terjun ke dunia basket professional.



“ohh..” Ify mengangguk. Kena tipu dia.



_____*_____*_____*_____



“Kak Erland siapa Shill?” Tanya Alvin begitu Ify sudah turun dari Jeep dan mereka tinggal berdua, menyusuri jalan, belik ke arah semula.



“tukang daging!” jawab Shilla asal. Dia tidak mau memberi tahu. Takut Alvin nanti jadi tertarik. Apalagi kak Erland sudah sering berlaga di Kobatama. Jangan-jangan nanti Alvin maksa-maksa mau kenalan. Bukan apa-apa, masalah ini saja bisa dipastikan bakalan runyam.



Alvin jelas tidak percaya “terus kenapa gue musti kenalan sama dia?”



Shilla tertawa pelan “dulu dia pemain basket, terus karena cidera dan gak bisa maen lagi, dia jualan daging”



“ohh.. begitu” Alvin mengangguk-angguk. Dia tahu Shilla bohong. Mana ada mantan atlet banting setir jadi tukang daging. Kecuali atlet matador.



“mau ngomong masalah itu kan?” Tanya Shilla sesaat kemudian



“iya, gimana? Udah dipikirin?”



“udah”



“jawabannya?”



“boleh gak jawab ‘gak mau’ ?”



Alvin tertawa



“sayangnya jawabannya harus ‘iya’ atau ‘mau’ Shill..”



“itulah”



“Shill tolong. Gue bener-bener butuh bantuan lo”



‘Ini orang!!’ Keluh Shilla dalam hati. ‘Minta tolong tapi harus! Gimana sih?’



“tapi kenapa mesti di ultahnya Keke sih? Apa gak terlalu ngagetin??”



“justru itu” tegas Alvin “justru yang gue perlu ya yang bikin kaget begitu”



“tapi kan....”



“sebentar.. sebentar!” potong Alvin “kita stop dulu, gak enak ngomong sambil nyetir begini. Elo gak apa-

apa kan pulang telat?”



“gak. Paling-paling gue diomelin nyokap”



Alvin ketawa tanpa suara. Si mungil ini,, pikirnya



“nanti gue jelasin ke nyokap lo deh, lo gak usah kuatir”



Shilla Cuma mangut-mangut. Bukan nyokap gue yang jadi masalah, gerutunya dalam hati. Tapi elo!



“mau ngomong apa tadi?” Tanya Alvin setelah memarkir mobil di satu area parkiran yang teduh



“ya.. itu. Nanti kalo ditanya-tanyain, gimana? Kita mau jawab apa?



Sesaat Alvin terdiam



“ini juga yang mau gue omongin ke elo Shill” katanya pelan “permintaan tolong gue yang ke dua”



Kening Shilla kontan keriting

“emangnya ada berapa babak sih permintaan tolong lo itu? Soalnya persediaan tolong gue pas pasan banget nih”



Alvin tertawa *perasaan Alvin ketawa mulu ._.v*dari awal dia memang sudah tahu tidak akan bisa sok cuek dan sok galak di depan cewek satu ini.



“Cuma dua, Shill, pertama, elo jadi cewek gue. Dan kedua, kaya yang udah gue bilang semalem, tolong lo karang cerita tentang jadian kita ini”



“mana sempet Vin, ultahnya Keke kan tinggal tiga hari lagi”



“bukan di ultahnya Keke lo mesti jelasin”



“terus?” Shilla makin gak ngerti



Alvin tak menjawab. Dia memang sudah punya rencana sendiri. Ini kepentingannya, jadi dia yang akan memegang kendali. Sementara Shilla cukup jadi kopral yang jelas harus nurut apa kata komandan.



“gak ada terus. Lo karang aja ceritanya. Gak perlu buru-buru. Tapi kita tetep nongol di pestanya Keke.

Selebihnya.....” Alvin menepuk pundak Shilla “itu urusan gue. Oke?”



Shilla tidak bertanya lagi. Bingung. Alvin ini ternyata kelewatan banget. Minta tolong tapi otoriter. Dia yang ngatur semuanya. Gak mau bilang lagi!



“iya deh” tapi akhirnya Shilla mengangguk juga. Pasrah.



_____*_____*_____*_____



Shilla bingung. Dia benar-benar merasa berjalan di atas bara. Di satu sisi dia tahu persis pesta ultanya Keke nanti akan jadi ajang untuk merebut perhatian Alvin. Yang kentong bokapnya pada gembung kaya Keke, Zevana, Nadya, Iley, Aren dan sederet nama lain, kelas berusaha menarik perhatian lewat penampilan. Dan mereka sudah sesumbar akan datang dengan gaun yang ‘wow’. Sudah pasti oke semua. Tanpa masing-masing mau bilang seperti apa.



Dan semakin mendekati hari H, anak-anak semakin semangat membahas soal itu. Di mana-mana semua sibuk kasak-kusuk. Meskipun yang diundang terbatas, kecuali kelas Keke sendiri semuanya terpaksa diundang karena kesannya belagu banget kalau pilih-pilih.



Sudah menjadi rahasia umum bahwa tidak sembarang orang bisa masuk ke sana, waktu kelas satu, waktu itu Keke ngerayain ultahnya yang keenambelas. Ini memang yang ke dua kalinya Shilla sekelas sama si borjuis satu itu.



Dan Shilla belum lupa, dia dan teman-temannya yang lain sampai terbengong-bengong saking takjubnya melihat rumah keke. Gedenya minta ampun! Terdiri atas satu rumah induk dan empat buah paviliun untuk masing-masing anak. Di setiap paviliun ada satu ruang tamu, satu kamar, dan satu ruang makan plus dapur, jadi bisa dibilang Keke punya rumah sendiri.



Tapi bukan itu yang membuat Shilla pusing, dia sih tidak perduli dengan segala macam usaha Keke. Yang bakalan jadi masalah gawat adalah karena di pesta itu nanti, Alvin akan menggandengnya dan mengumumkan ke semua... bahwa mereka pacaran..!



_____*_____*_____*_____



Dalam do’a seperti apa pun, selalu ada harapan untuk dikabulkan. Kecuali do’anya Shilla mungkin. Yang Mahakuasa pasti mikir juga kalau mau mengabulkan do’a yang aneh itu: minta supaya waktu berhenti berputar. Atau kalau tidak bisa, loncat satu hari saja deh. Toloooooong Tuhan..

Karena tidak mungkin dikabulkan itulah maka hari yang takutkan akhirnya datang juga. Ultahnya Keke!

Sejak pagi Shilla sudah nervous. Dia jadi banyak diam gara-gara ngeri memikirkan nanti malam, sementara cewek-cewek sekelas begitu ribut dan penuh semangat membahas penampilan mereka nanti.



“elo kenapa sih Shill? Kok diem aja?” Oik menatapnya heran “dateng gak ntar malem?”



“ngg.. kayaknya sih dateng”



“iya dong.. dateng. Meskipun kita gak mungkin bisa nyaingin penampilan Keke, belum tentu juga Alvin tertarik sama Keke. Jadi gak usah dipikirin deh. Kan kita sama”



Shilla nyengir kuda. Sok tahu banget si Oik ini!

~~~



Sesuai janji, jam setengah tujuh teng Alvin datang dan mereka langsung berangkat ke rumah Keke. Shilla belum pernah merasakan ketakutan, kecemasan, dan kekhawatiran sebesar saat ini. Rasanya hidupnya hampir tamat.



Rumah keke, yang dulu pernah membuat Shilla kesal kesal karena jauh, sekarang serasa bisa dicapai dengan Cuma sekali lompat. Sesaat sebelum mereka sampai ke panggung pementasan mereka yang pertama, Alvin menepikan mobil.



“sori Shill..” katanya pelan “gue gak tau ke mana lagi gue bisa minta tolong”



Shilla geleng kepala

“gak apa-apa kok. Gue Cuma ngerasa jahat aja”



“itu kalo kita jadian beneran. Kenyataannya kan Cuma pura-pura, meskipun gak ada yang tau”



“iya sih” Shilla mengangguk, lalu menarik napas panjang-panjang dan menghembuskan kuat-kuat. Sesaan mereka diam.



“udah??” Tanya Alvin pelan. Shilla mengangguk lagi dengan terpaksa. Habis mau gimana lagi?





Keke ternyata benar-benar mempersiapkan pesta ultahnya khusus untuk menarik perhatian Alvin. Dari jauh gemerlapnya lamu-lampu telah terlihat dan suara musik samar terdengar. Dan begitu Jeep Alvin muncul di pintu gerbang terdengar, Keke langsung berdiri dan berlari menyambut dengan gaya dibuat-buat. Shilla dan Alvin sempat terkesima melihat penampilan Keke yang nyaris menyaingi penampilan artis Hollywood yang masuk nominasi Oscar.



“coba liat Shill, itu Keke apa ibunya?”



Shilla tertawa



“jahat lo. Udah jelas-jelas itu Keke”



Alvin menyeringai

Keke masih belum sadar bahwa medan telah berubah, dia masih mengira dirinyalah satu-satunya yang paling gemerlap malam ini. Cewek itu barlari kecil dengan gaya yang –menurut perkiraannya- pasti indah, lalu menyebrangi halaman depan yang luasnya dan penuh segala macam bunga. Senyumnya merekah. Wajahnya yang lumayan manis jadi semakin manih sengan sapuan makeup meskipun jadi terkesan jadi sudah berumur dua puluh tahunan.



Tapi senyumnya kontan hilang begitu dilihatnya Alvin turun dari mobil, membuka pintu penumpang, dan membiarkan Shilla turun dari sana. Terpana tak percaya, Keke mendekat dengan gaya berjalan yang tak lagi seindah dan seanggun tadi.



“elo kenapa dateng berdua Shill, Vin?” tanyanya tanpa perasaan. Tidak peduli perasaan orang lain bisa tersinggung gara-gara kalimatnya.



Alvin tersenyum tipis

“memangnya kenapa?”



“yaaaahh.. setau gue, rumah lo sama rumah Shilla kan dari Utara ke Selatan”



“justru karena itu gue jemput dia, karena rumah lo ini lebih ke Selatan lagi”



“oh gitu..” jawab Keke sambil melirik Shilla dengan tatapan sinis. Sesaat dia memperhatikan penampilan



Shilla yang sederhana. Cuma memakai celana panjang pipa warna hitam dipadu blus dari bahan kaus warna biru dengan bahu terbuka dan tali spageti.



“tadi buru-buru ya?” sindir Keke sambil berjalan mendekat lalu berdiri di sebelah Shilla. Tujuannya jelas, untuk menegaskan Alvin suapaya buka mata lebar-lebar. Bahwa dibandingkan dengan penampilan Keke, si Shilla ini benar-benar bagaikan si Itik Buruk Rupa. Datang ke pesta ultah anak direktur kok kaya mau ke warung. Ala kadarnya.



Shilla sempat down juga melihat dandanan Keke yang bak selebriti itu. Untungnya Alvin juga tampil sangan kasual. Cuma pake celana jins biru dan kemeja flannel yang juga berwarna biru. Lengan kemejanya digulung sampai siku, sementara satu kancing atasnya dibiarkan terbuka.

Alvin tahu persis maksud Keke, karena itu dia meraih tangan Shilla dan menarik cewek itu ke sebelahnya.



“selamat Ultah Ke” ucapnya tanpa jabatan tangan, apalagi cium pipi dan palukan. Padahal Keke telah

menyusun rencana, kalau Alvin menjabat tangan pada saat mengucapkan selamat, dia akan meluk cowok itu. Soalnya kalau mengharapkan Alvin yang memeluknya, jelas-jelas tidak akan terjadi.

Dan pelukan Alvin itu diwakili Shilla, yang mengucapkan selamat ultah sambil menyerahkan kado dari mereka berdua.



Keke jelas tidak sudi membalas pelukan Shilla. Pertama, kerena memang bukan dari Shilla pelukan yang diharapkan. Kedua, karena Shilla datang berdua dengan Alvin. Dasar penghhianat!!

Tanpa menunggu dipersilahkan, Alvin langsung mengandeng Shilla melintasi halaman luas rumah mewah itu menuju ruang tempat pesta diadakan. Sementara yang punya hajat dibiarkan berdiri terperangah di pintu gerbang.



Begitu masuk ruangan, semakin merasa seperti masuk kadangang serigala. Mata-mata yang sejak tadi –sejak dia dan Alvin datang- sudah menatap tajam-tajam dengan sejuta makna, keget, tidak menyangka, penasaran, dan menguntit setiap geraknya tanpa jeda. Dia sampai tidak berani melirik kiri kanan.



Ngeri..!



Dan yang membuat Shilla semakin nervous, semakin salting, Alvin memperlakukannya benar-benar mesra. Dia di gandeng ke mana saja dan tidak dibiarkan jauh sedikit pun.

Kayaknya Alvin tahu, sedikit saja dia lengah Shilla bisa jadi serpihan. Dicabik-cabik kawanan macan betina di sekitar mereka. Sampai Shilla ke kamar mandi pun Alvin setia mengekor -,- lalu menunggu di luar mirip satpam pribadi -______- Di takut kalau tidak ditungguin, Shilla bakalan tewas dibenamkan di bak mandi. Kalau melihat ekspresi wajah-wajah yang hadir, itu memang bukan hal yang mustahil.



Setengah mati Shilla berusaha tetap kelihatan tenang. Wajar. Mengimbangi Alvin yang sepertinya juga masa bodo dengan suasana pesta yang berubah drastis begitu mereka tiba. Dari meriah jadi mencekam.

Shilla tak kuasa mencegah. Perasaannya kontan jadi kacau. Jemarinya jadi dingin, dan dalam genggaman Alvin, jemarinya semakin dingin lagi.



Alvin yang mengira Shilla gugup karena ekspresi-ekspresi sinis yang bertebaran di seluruh ruangan pesta akhirnya melepas genggamannya. Tapi gantinya.... dia merangkul Shilla..!

Akibatnya lebih parah. Semua mata kontan membesar. Terbebelalak tak percaya, dan berpotong-potong hati langsung patah, jatuh berserak.



Shilla sendiri tak bisa lagi mencegah perasaannya untuk tidak melambung tinggi di antara awan dan tinggal menunggu kapan dan di mana dia akan jatuh. Dan karena kedatangan mereka memang bertujuan untuk memngumumkan mereka sudah ‘jadian’, maka Alvin meresa satu jam sudah cukup.

Saat itu Keke sudah siap meniup lilinnya yang baru saja dinyalakan. Diiringi lagu Happy Brithday yang mengalun sumbang dan tepuk tangan ogah-ogahan, dia meniup lilin berbentuk angka 18 itu kuat-kuat. Api di ujung sumbu langsung padam tanpa sempat bergoang kiri-kanan sedikit pun. Setelah itu dia masuk ke ruang tengan dan mempersilahkan siapa saja yang ingin mencicipi kue ultahnya untuk motong sendiri.



Kejadian itu membuat Shilla semakin merasa tidak enak *kasih kucing aja shill, kalo gak enak -,-* Dia berdoa mudah-mudahan Cuma penglihatannya saja yang salah. Acara tiup lilin biasanya selalu jadi momen terpenting dalam setiap pesta ultah, jadi terasa kering, Karena itulah Shilla cepat-cepat pamit.

Alhasil, dalam waktu Cuma satu setengah jam, Shilla langsung dapat musuh bejibun! Begitu sudah pulang, dia diumpat dan dimaki habis-habisan. “shilla sialan! Kurang ajar! Brengsek!” teriak Keke nyaring. Tidak peduli rumahnya masih penuh orang.



Wajar kalau Keke jadi naik darah. Pesta ini bukan pesta murah. Juga bukan pesta amal, berjam-jam dia dandan di salon, sampai badannya pada pegal. Baju yang dia pakai sekarang juga dipesan khusus dari perancang ngetop, dengan enam angka nol di label harganya.

Dan semua itu sia-sia!! Sia-sia!!!

Keke berdiri berang di ambang pintu. ‘Awas aja elo besok, Shill! Bakalan dapet ganjaran! Seenaknya aja maen rebut inceran orang!’ Umpatnya dalam hati.



_____*_____*_____*_____



Sekarang baru jam setengah tujuh pagi, tapi sepertinya satu sekolah sudah tahu. Dan semuanya penasaran ingin melihat kayak apa sih cewek yang dipilih Alvin.

Shilla benar-benar gak nyangka. Pantas tadi Alvin bersikeras mereka harus berangkat sama-sama. Ternyata!!



“aneh ih..!” desis Shilla kaget “ baru juga semalem, masa sekarang beritanya udah kesebar?”



Alvin tersenyum tipis



“elo yang aneh. Elo kan cewek. Masa gak tau kecepatan mulut cewek?”



“iya, tapi mulut gue dak secepat ini”



Alvin jadi ketawa



“gila ih..” desis Shilla panik, begitu melirik ke segala arah dan ternyata semua mata benar-benar tertuju pada dirinya.



Ada yang menatapnya dengan sorot aneh, ada yang cuek, ada yang sirik, ada yang sirik banget -.- ada yang marah malah.

Tapi tak satu pun yang berbahagia melihat Shilla berjalan di sebelah Alvin. Tahu Shilla panik, Alvin langsung merapat. Dan itu membuat para mata yang sejak tadi mengikuti mereka menatap semakin lebar.

Kabar bahwa Alvin telah memilih seseorang untuk menjadi ceweknya memang sudah menyebar. Cuma dalam tempo sehari, Shilla langsung jadi selebriti local.

Semua ingin tahu, yang pasti sih para ceweknya. Kalau cowok-cowok sih kebanyakan pada masa bodoh masalah itu. Yang mana sih yang namanya Shilla? Kayak apa tampangnya? Seksi gak bodynya? Dan setelah tahu yang mana oknum yang bernama Shilla itu, kebanyakan langsung protes keras.



“kok bisa sih?”



Shilla memang manis, apalagi kalau tertawa muncul sepasang lesung pipi dari pipinya *anggap aja Shilla kayak gitu hehe ._.v* dan lagi Shilla mungil, putih dan kecil, kayak marmut! Tuh, bayangin, sampai ada yang bilang begitu saking siriknya.

Shilla Cuma diam, untung gue putih, keluhnya. Coba kalo item, udah kecil, item lagi. Kayak tikus deh v(^_^)v



Masalahnya cewek-cewek yang lebih manis dan lebih cantik dari Shilla jumlahnya bejibun. Sebut saja yang paling menonjol: Angel, kembang SMA Buana Karya kalau dia sih jangan ditanya deh. Gilaaa cantik banget!!

Semua curiga, dan menduga pasti ada faktor x,y, dan z yang melatarbelakangi proses ‘jadian’nya Shilla-Alvin yang terkesan penuh misteri itu. Kalau orang Jawa bilang ujug-ujug gitu loh *gak ngerti.. maklum kan copas dari novel v(-_-)v* Tiada angin, tiada hujan, plus tiada petir pula, kan lucu kalau tiba-tiba saja banjir.



Begitulah kesimpulan para pengamat. Pengamat yang sirik tentunya. Apalagi dari kabar angin yang beredar, Alvin juga kejatuhan cinta Angel sang primadona.

Kan aneh kalau Alvin cuek, sementara Angel yang biasanya tahan harga karena begitu banyaknya peminat, sekarang malah bersedia memberikan diskon sampai lima puluh persen! Khusus buat Alvin! Makanya kemudian berkembang isu bahwa Shilla ‘Mandi Kembang Tengah Malam”. Karena mendapatkan Alvin dengan begitu gampang.

Shilla jelas jadi sewot dituduh begitu. Alvin sih, seperti biasa, tetap santai dan gak pusing sama omongan apa pun di sekitarnya. Apalagi dia juga tidak dirugikan dengan tuduhan itu. Tapi Shilla ini yang runyam, yang merasa nama dan harga dirinya tercoreng. ‘Mandi Kembang Tengah Malam?’



Shilla melotot di depan kaca. ‘Emangnya muka gue seancur Mak Lampir?’ Gerutunya dalam hati. ‘Kalopun iya, kalo kudu sampe mandi kempang ngapain Cuma untuk Alvin? Mending Robert Pattinson sekalian’.



Alvin sendiri ternyata telah memperhitungkan akibat tindakan mereka itu. Dia langsung mengubah kebiasaan, tidak lagi menunggu bel dengan cara berkeliaran ke kelas-kelas lain atau ngobrol teman-temannya yang juga anak basket, ataupun baca buku di perpus. Dia takut meninggalkan Shilla. Takut begitu dia balik, itu cewek keburu RIP.



Keke juga cewek-cewek lain, jadi semakin dongkol. Mereka terpaksa sabar menunggu kesempatan untuk bisa menggayang Shilla. Tapi kesempatan itu sepertinya tidak akan datang, karena Alvin-Shilla sekarang benar-benar mirip pasangan kembar siam. Ke mana-mana selalu berdua, tak terpisahkan. Makan di kantin berdau, ke perpus berdua, ngerjain tugas berdua. Kalau Alvin latihan basket, Shilla sabar menunggu di pinggir lapangan. Kalau Shilla sibuk di PMR, Alvin ikut nimbrung di sekretariat.

Benar-benar bikin sakit mata! Dan banyak orang jadi mau marah!



_____*_____*_____*_____



Serapi-rapinya rencana yang sudah disusun, secermat-cermatnya semua kemungkinan yang telah diperhitungkan, tapi yang namanya kejadaian tak terduga bisa datang kapan saja.

Suatu hari, saat Alvin harus latihan basket, mendadak ketua PMR memerintahkan seluruh jajaran pengurus untuk berkumpul karena akan ada rapat penting. Hal itu diumumkan lewat pengeras suara waktu jam istirahat pertama. Semua pengurus PMR harus hadir di sekretariat begitu jam sekolah selesai.

Shilla yang menjabat bendahara II, jelas saja harus hadir. Bagitu sekolah usai, dia langsung pergi ke sekretariat diantar Alvin. Tapi cowok itu Cuma bisa mengantar, tidak bisa menunggu karena dia juga harus latihan basket.



Begitu Alvin pergi, entah kenapa Shilla langsung mendapat firasat jelek. Soalnya di situ ada Aren, anggota PMR. Aren sebenarnya tidak masuk jajaran pengurus, tapi kok hadir? Itu yang aneh!

Pasti dia mata-matanya. Karena waktu break sepuluh menit, tuh anak menghilang, sementara yang lainnya tetap di ruangan. Dan tiba-tiba saja, lima belas menit sebelum rapat selesai, di luar ruangan nongol Keke dan Zevana, diikuti beberapa kaki tangannya. Kalau Shilla sedang berjalan berdua Alvin, cewek-cewk itu selalu menatap Shilla seperti ingin membunuh.



Shilla langsung ketar-ketir. Masalahnya, cerita bohongan belum selesai semuanya. Masih banyak bagian yang bolong di sana-sini. Betul saja, begitu rapat selesai, Aren langsung mendekat.



“kami mau ngomong Shill”



“kami siapa?”



“elo gak usah pura-pura bloon deh”



Shilla melirik lewat sudut mata. Tampang Aren jelek banget ._.v



“ngomong aja kalau mau ngomong”



“gak bisa di sini”



“kenapa? Udah deh gak usah sok secret. Gak ada orang juga”



“pokoknya gak bisa di sini”



Belum sempat Shilla bilang keberatan, tangannya langsung dicengkram. Dengan kasar Aren menarik si mungil itu keluar. Di luar, Keke dan Zevana, dengan gaya bak bos penyamun -.- beranjak mendekati sambil melotot.



“jangan dikira elo bisa lolos selamanya ya!” bentak Zevana



“dan elo mesti ngomong yang sejujurnya sama kita-kita” perintah Keke

Dengan pengawalan yang super ketat, Shilla digiring pergi dari situ.



_____*_____*_____*_____



Rumah Nadya letaknya agak jauh dari SMA Buana Karya. Kalau siang rumah itu sepi, Cuma ada pembantu, soalnya Nadya anak tunggal dan kedua ortunya kerja. Jadi ke sanalah Shilla di bawa.



“duduk” perintah Keke. Dengan menahan dongkol, Shilla menuruti perintahnya “sekarang elo ceritain gimana elo bisa tiba-tiba jadian sama Alvin? Jangan coba-coba bohong!!”



“ngapain gue mesti bohong sama lo?” jawab Shilla ketus



“bagus! Sekarang ceritain yang sebenernya”



“elo kira elo tuh siapa nyuruh-nyuruh gue cerita?”



“ehh..! elo jangan macem-macem ya! Elo kan tau gue naksir Alvin!!”



“itu sih urusan elo!”



Keke mendesis. Ia melotot sampai manik matanya seolah hampir copot.



“kurang ajar! Elo tau gak? Gue udah habis puluhan juta buat pesta kemaren tau! Emangnya itu semua

makanan murah? Lo kira dekorasinya asal-asalan? Belom baju gue!!”



“terus kenapa? Elo mau minta ganti sama gue?”

Keke langsung tertawa keras



“heh, mana bisa? Emangnya lo punya apa sih? Baju yang lo pake ke rumah gue itu tuh, ama gue sih, gue pake buat tidur siang! Gue gak bakalan keluar rumah pake baju begitu, apalagi ke pesta!”



Shilla mengatupkan bibirnya rapa-rapat. Kalimat panjang itu menikamkan luka. Dia sakit hati!!



“dan kami sangat yakin, itu Cuma rekayasa!!” tukas Irva



“iya, pasti ada sesuatu”



“hahaha...” shilla tertawa untuk menyembunyikan rasa kekagetannya “gak ada rekayasa-rekayasaan kok!”



“pasti! Karena cowok kayak Alvin, gak mungkin naksir cewek kayak elo!!”



“ohh,, begitu?” shilla tertawa lagi. ‘Pede banget sih anak satu ini!’ Pikirnya “naaahh, kalo sama gue aja dia gak bakalan naksir, apalagi sama elo!!”



Irva, yang bodynya seksi tapi padat,*sorry..sorry aku gak maksud, tuntutan novel ini (?)* mukanya langsung merah.



“bukannya elo yang naksir dia duluan?” tuduh Dea



“enak aja! Gue gak ada tampang kayak gitu tau!”



“kali aja lo paksa”



Shilla terperangah sesaat, terus ketawa geli banget



“elo tuh kalo ngomong mikir dulu dong! Masa? Lo gak liat badan si Alvin gede begitu. Maksa-maksa dia

jadi pacar, bisa koit gue di kemplang (?)”



Dea terdiam iya juga sih. Alvin itu terlalu giant untuk Shilla yang kecil mungil *anggap aja shilla kayak gitu J* Eh, tapi kan maksanya gak harus dengan fisik. Bisa maksa dalam bentuk lain.

Dea terbelalak. Jangan-jangan isu itu betul! Shilla mandi kembang, atau kalau gak.... dia pakai hipnotis!



“eh denger yah!” bentak Shilla, benar-benar sewot gara-gara dituduh sudah melibatkan dukun “kalo pun gue mesti pake jalan kayak gitu, gue gak bakalan ngincer Alvin. Mending juga Bruno Mars *hahahaha* kalo dia nanti konser ke Jakarta, *waktu itu di Senayan kan??* atau gue rebut aja sekalian Justin Bieber dari Selena Gomez *hahahahahahahahaha*”



“Alvin bilang alasan dia suka elo?” Tanya Zevana yang sejak tadi diam. Sebenarnya dia tidak ingin ikutan ngompres Shilla, soalnya dia jadi merasa terbanting banget-banget. Sampai harus begini. Masa dia bisa kalah sama cewek melarat?



“jelaaaaaas dong..” jawab Shilla bangga “pertama, karena gue manis. Kedua, karena gue imut, mungil.. ketiga, karena gue gak centil kayak elo-elo! Dan keempat....” Shilla tersenyum centil “karena dia cintaaa sama gue”



“terus,, langsung elo terima?” bentak Zevana



“kalo pun gue tolak, dia bersedia nunggu. Terus elo semua mau apa?”



Semua tercengang lagi. Sampai segitunya?

Keke jadi naik darah



“bohong! Gak mungkin! Jangan percaya!!!!” dia menyeruak maju “Awas Ren *<-nama gua haha*” dia mendorong Aren ke samping “Shilla, elo..... pasti bohong! Elo pasti ngibul..! pasti!!!”

Shilla menutup kuping gara-gara Keke berteriak di depannya persis



“udah deh kalo gak ada peluang, mending lo cari sasaran lain aja!”



“apa lo bilang?” teriak Keke berang “elo emang bener-bener sialan” dia menyentak tubuh Shilla ke belakang. Shilla langsung membalas. Dia mendorong Keke kuat-kuat. Harus kuat-kuat, karena tubuhnya kalah gede *gak kebalik ya? Aslinya Shilla yg gede, Keke yang mungil ._.V*



“lo jangan gitu dong! Lo mau nanya apa mau ngajak berantem??”



“udahh! Udah!!” Pricill *pricill ikutan gpp kan?* buru-buru melerai. Dia tidak mau ada bentrok fisik. Bahaya soalnya bisa ke mana-mana beritanya, dan salah-salah bisa disidang di ruang guru. Kalau itu sampai terjadi, alamat dia juga bakalan ikut dipanggil, kan malu jadinya! Emang sih, dia juga dongkol sama Shilla, ngiri plus sirik, tapi kalau sampai semua orang tahu dia ikutan ngeroyok, terpaksa pakai topeng ke sekolah!



_____*_____*_____*_____



Di tempat lain, Alvin juga tidak tenang latihan. Lemparannya tak satu pun ada yang masuk ring. Bayangan Shilla yang terpaksa dia tinggal sendirian, membuat konsentrasinya pecah.

Dan begitulah latihan -yang waktunya dia percepat sendiri- selesai, Alvin langsung cabut ke sekretariat PMR. Tapi terlambat, Shilla sudah raib.



Kalang kabut, dia memeriksa semua ruangan satu persatu. Tapi kompleks bangunan di SMA Buana Karya kelewat luas, dan bertingkat pula.

Alvin baru memeriksa setengah sekolah, tapi napasnya serasa hampir putus. Kebetulan dia ketemu Mang Dadang. Sang penjaga sekolah itulah yang memberi tahu Alvin bahwa Shilla dibawa Keke cs ke rumah Nadya.



“sial..!” sesis Alvin sambil buru-buru balik badan dan lari secepat-cepatnya. Benar saja!! Waktu dia sampai di rumah Nadya, Shilla sedang dalam cengkraman Keke.



Tanpa permisi, dia menerjang pintu depan dan menyeruak masuk dengan langkah-langkah panjang. Cewek-cewek yang mengelilingi Shilla kontan diam. Menatap ngeri wajah Alvin yang merah padam menahan marah.



Semua langsung menggeser tubuh begitu Alvin menerobos ke tengah kerumunan dan meraih Shilla ke dalam pelukannya *aaaaa mauuuuu*. Cowok itu memandangi wajah-wajah di sekitarnya dengan tatapan tajam. Tanpa bicara, dia membawa Shilla keluar.



“elo gak apa-apa Shill?” dengan cemas dipandangnya wajah di sebelahnya.



Shilla tidak menjawab, cemberut berat! Dia sakit hati. Marah, dongkol, emosi. Seenaknya mereka main tuduh. Gak pada tau cerita sebenarnya sih!



Alvin merasa bersalah. Makanya dia tidak bertanya lagi, malah mempererat rangkulannya dan berucap lirih “maafin gue, Shill”

_____*_____*_____*_____



Sejak peristiwa itu, Alvin benar-benar mempererat pengawalannya. Tidak dibiarkannya Shilla hilang sekejap pun dari pandangan mata. Dan seandainya jadwal kegiatan ekskul mereka bertabrakan dialah yang mengalah.



Dan Shilla yang tadinya slow-slow saja, sekarang jadi ngebut menyelesaikan ‘makalah’ yang membahas seputar jadiannya mereka. Gara-gara cewek-cewek sialan itu, yang bilang segala macam. Alvin bego lah, buta lah, kena pelet lah, kena tipu acting cueknya Shilla lah, banyak lagi deh.

Tapi yang paling menyakitkan adalah ucapan Zevana, yang sampai ke telinga Shilla setelah lewat estafet panjang.



‘Shilla memang ketiban bulan. Tapi Alvin ketiban monyet’ v(-_-)v

Tuh, kurang ajar banget kan? Waktu Ify membisikkan kaliamat itu, Shilla hampir mbledug. Tapi dia tidak mau memberi tahu Alvin soal omongan-omongan itu. Tuh cowok sepertinya sabodo teuing.

Makanya tadi siang di mobil Alvin, sekali lagi Shilla minta ketegasan cowok itu bahwa soal karang-mengarang itu seratus persen jadi urusannya. Dan Alvin mengangguk, alasannya memang cukup masuk akal.



“kalo elo ngarang, gue juga ngarang, nanti kita terpaksa harus nyocokin sana-sini. Malah repot” ujar Alvin “jadi mendingan elo aja. Cewek kan biasanya lebih pinter untuk urusan kayak begitu. Gue tinggal iya aja nanti”



Alhasil, setelah berfikir mencari inspirasi selama hampir delapan jam, tergolek di atas tempat tidur dengan berbagai pose dan menghabiskan kira-kira enam gelas Milo, satu pak wafer cokelat, sekantong cheesestick, dan sekotak kuaci ‘makalah’ itu kelar juga meskipun masih banyak bagian yang bolong di sana-sini.



Dan besoknya, minggu sore, Alvin mengajak Shilla keluar untuk membahas soal itu.



“kok ke sini?” Shilla agak heran waktu Alvin membelokkan mobil ke halaman sebuah restoran



“emang kenapa?” Alvin balok nanya



“ng... gak apa-apa sih” Shilla ragu mau bilang resto itu terlalu romantic untuk jadi tempat membahas masalah mereka. Padahal kedatangan mereka ke sini justru untuk menetralkan perasaan. Yang pasti sih perasaan Shilla sendiri. Kalau untuk Alvin jelas tidak punya perasaan ._.v



Resto ini begitu teduh oleh rimbunnya pepohonan, seluruh bangunannya terbuat dari kayu, pernak-pernik etnik mendominasi hampir seluruh ruangan, bahkan tanaman-tanaman di sekelilingnya.

Lukisan-lukisan Bali memenuhi dinding. Ukiran-ukiran Jepara yang anggun menghiasi meja dan kursi. Secara keseluruhan resto ini betul-betul menghadirkan suasana romantic. Endless Love yang mengalun begitu lembut di antara gemeresik daun dan gemericik air juga berhasil menambah pekat kegelisahan Shilla yang sedang berjalan di sebelah Alvin, menapaki batuan di sela-sela hamparan rumput.

‘Kenapa sih lagunya Endless Love?’ Gerutunya dalam hati. Bikin nervous aja!



“di sini ayam panggangnya enak” kata Alvin setelah mereka duduk berhadapan



“ooooohh” shilla Cuma bisa ber-oh. Dia tidak sanggup menelan seenak apapun ayam panggangnya. Masalahnya, mereka akan membahas ‘makalah’ bagaimana mereka telah fall in love dan akhirnya mereka jadian. Padahal itu Cuma pura-pura, sementara jauh di dalam hati dan mimpi Shilla, dia ingin kebalikannya *yang bener Shill? Haha*



Akhirnya pesanan mereka datang, ayam panggang yang menggiurkan. Berwarna cokelatdengan lelehan lemak dan mentega. Baunya juga benar-benar harum.



“elo mau apanya Shill?” Tanya Alvin sambil menarik ayam panggang itu ke depannya.



“kakinya aja deh. Kayaknya gue pengen nyepak orang nih”



Alvin kontan ketawa.

“jangan nervous gitu dong” tegurnya halus. Shilla langsung tersentak



Ya Tuhan! Emangnya kelihatan ya? Buru-buru Shilla mencari alas an



“elo gak ngerasain sih. Gimana gue gak kesel kalo dituduh macem-macem!”

Kesibukan Alvin memotong-motong ayam langsung terhenti. Dipandangnya Shilla dengan sorot minta maaf (?)



“sorry banget Shill. Gue bener-bener bego waktu itu, gak bisa cepet sadar kalo elo dibawa ke rumah Nadya. Tapi gue janji, kejadian itu gak akan terulang”



Shilla menarik nafas lega. Untung deh Alvin salah sangka



“ini sebagai tanda permohonan maaf gue” Alvin meletakkan satu potong ayam di piring Shilla “itu bagian yang paling gede loh”



Shilla tersenyum tipis



“kita mulai sekarang ya?” Tanya Shilla. Alvin mengangguk tanpa suara karena sibuk makan



“hmmmm...” shilla membuka buku di tangannya dan langsung kebingungan. Kenapa ini sih bagian pertamanya? Keluhnya



“begini Vin...” katanya. Belum-belum sudah gugup. “kalo misalnya... elo ditanya.. ng... siapa yang.. yang...” Shilla tergagap, wajahnya merona merah. Ini memang pembicaraan yang sangat sensitive. Tapi Alvin tetap santai, mengunyah ayam panggangnya tanpa merasah kasihan melihat wajah kepiting rebus di depannya.



“yang duluan feeling, gitu?” Tanya Alvin



“ng.. iya”



“gue dong, masa elo”



“gitu ya?” shilla menarik napas lega. Untung deh, dia kira Alvin akan mempersilahkannya naksir duluan.



“jadi begini...” Alvin berhenti makan, lalu ngelap mulutnya “karena gue suka sama elo, makanya gue milih duduk sebangku sama elo. Dan kalo mereka Tanya kenapa gue suka sama elo, bilang aja elo gak tau“ -,-



“ohh,, itu sih jelas” jawab Shilla seketika. Memang begitu cerita yang sudah dia karang.



“terus apa lagi?” Alvin melanjutkan makannya



“terus kita jadian kira-kira sebelum ultahnya Keke? Sore gitu deh. Abis paginya kan belum ada apa-apa, gimana?”



“boleh..”



“teruuuuus..” Shilla menarik napas panjang. Bagian yang paling membuatnya pusing. Berjam-jam cari inspirasi, tapi tetap tidak dapat juga. Apalagi dia belum pernah punya pacar, jadi tidak punya bahan referensi “pas gue dikeroyok itu, Keke nanya.. elo nyatainnya gimana?” muka Shilla jadi merah lagi.



“nyatain gimana?” Alvin menatap cewek di depannya sekilas “bagusnya gimana?”



“gak tau” jawab Shilla polos. Alvin tertawa



“elo maunya gimana?” pancing cowok itu sambil mengambil setumpuk lalapan daun kemangi dari piring di depannya. Shilla gondok banget. Kambing di mana-mana gak punya perasaan! Gerutunya jengkel.



“gue sih maunya sih.. gak ada pernyataan” jawab Shilla, mendadak jadi judes. Alvin Cuma tersenyum, tetap tenang



“oke deh. Sorry. Kalo ini biar bagian gue. Elo suka sunset?”



“tergantung. Tapi di Jakarta gak ada momen sunset yang bagus”



“bukan itu point-nya Shill. Gue suka berburu sunset. Yang palinng bagus gue abadikan di Pantai Senggigi, Lombok. Jadi gitu aja. Bilang gue nyatain suka sama elo. Foto sunset di Senggigi. Ukuran 4R” -.-



“agak aneh”

Alvin tersenyum tipis “bunga, cokelat, apalagi kartu... itu udah basi Shill! Emang dulu cowok lo ngasih apa?”



Deg! Shilla tersentak. Alvin ini...!



“bukan urusan elo”



Alvin tersenyum lagi, “ya udaaaaah. Balik ke permasalahan. Bilang aja begitu sama Keke, atau siapa aja yang nanya, besok gue bawain fotonya. Elo kan tau Keke orangnya nekat. Kalo nanya ‘kok aneh? Ngasih foto? Bilang aja, gue janji ngajak elo ke sana kalo nanti kita kawin *amiiiiiiiiinnn* biar kapok dia!!”



HAH??????

Asli, Shilla sampai terngaga bengong, ya Tuhan.. tabah! Tabah! Tabah!

Alhasil, dua jam berduaan di resto itu, Alvin kenyang karena sudah menghabiskan dua piring nasi plus empat potong ayam panggang. Sementara Shilla kenyang karena nervous dan jantungnya terus-terusan loncat ke sana kemari.

Kayaknya gue mesti ke rumah sakit nih, keluh Shilla dalam hati. Nanya-nanya, kali aja ada jantung nganggur, soalnya jantung gue kayaknya sebentar lagi tewas, karena terlalu sering berdebar-debar lebih cepat dari batas ketentuan maksimum.



_____*_____*_____*_____





Bersambung........

Gimana??? Gimana??

Lanjut gak??

Hehehe..

Maaf kalo masih ada yang salah ketik/typo ._.v

Kamis, 19 Mei 2011

Ashilla Part 1

Ashilla Part 1

Semua mata menatap terkesima. Sosok itu berdiri seperti magnet yang kuat. Memukau dengan segala pesona yang dimilikinya. Tubuhnya tinggi menjulang, dan wajahnya memancarkan keangkuhan yang sempurna.

“nama saya Alvin Jonathan Sindunatha. Tapi cukup panggil Alvin aja” ucapnya.

Tegas tapi dingin. Dan sama sekali tanpa senyuman. Sedikit pun!

“gila! Namanya keren banget!” kata Keke pelan.

“alaa, gitu aja keren!” ejek satu suara di belakang. Keke menoleh. Tampangnya langsung sewot.

“daripada elo! Jauh-jauh dari kampung hijrah ke Jakarta, eh begitu lahir namanya Depa lagi Depa lagi” *pease ya DS v(-_-)v jangan gebukin aku* Telak banget serangan balik dari Keke.

“sudah! Sudah!” potong Bu Winda, wali kelas XII IPA 1

“silahkan Alvin, pilih tempat kamu”

Alvin mengangguk hormat, lalu memandang berkeliling. Cewek-cewek langsung sibuk overacting. Berusaha menarik perhatian Alvin supaya duduk tak jauh dari mereka.
Tapi pilihan Alvin jatuh ke seraut wajah tak acuh yang sejak awal menarik perhatiannya. Wajah yang dia tahu persis betul-betul tak peduli, yang sejak tadi Cuma menatapnya tanpa ekspresi dan lebih sering memandang sekeliling, menikmati kehebohan di sekitarnya.
Alvin menatap Shilla, sang pemilik wajah, yang sedang mengangguk-angguk sambil tertawa kea rah Obiet, cowok yang duduk di depannya. Di hampirinya meja cewek itu.

“hai..” sapa Alvin dengan suara yang lebih tepat dibilang bentakan pelan daripada negur -_- Shilla menoleh kaget dan kontan terperangah.

“boleh duduk di sini kan?”

“heemm..” dengan wajah bingung Shilla menoleh ke Obiet. Tadi cowok itu bilang mau pindah ke sebelah Shilla, gara-gara dongkol dengan manusia di sebelahnya, Oik.

“tapi...” kalimat Shilla terpengal, karena begitu dia menoleh, Alvin telah bertengger manis di sebelahnya.

“Obiet mau duduk di.. sini....” sambung Shilla gagap.

“silahkan” jawab Alvin tenang. “gue gak keberatan duduk bertiga” -,-

Shilla tercengang. Cowok ini.... ganteng tapi udik ._.v *piiss alvz hehe* duduk bertiga? Emang bajaj?

_____*_____*_____*_____

Jam kukuk (?) di tangah ruang baru saja selesai berteriak dua belas kali. Dan Shilla masih saja bengong di depan pantulan dirinya di cermin sejak beberapa jam tadi. Dia masih susah mengerti. Masih -can’t believe at all and amazing really-. Alvin anak baru yang kece banget  itu... memilih duduk di sebelahnya! Gila kan tuh? Amazing, kan? Unbelievable, kan? Makanya dia jadi takut tidur. Tautnya ini Cuma mimpi dan besoknya, pagi-pagi buta, dia terbangun.
Ini pertama kalinya dalam sejarah jam bekernya kalah langkah. Dan ketika si Smile –jam bekernya- benda kuning itu, memperdengarkan deringnya yang melengking, buru-buru Shilla menekan tombol kecil di atasnya, dengan satu kalimat pendek diiringi tawa.

“telat lo! Gue udah bangun dari tadi, tau!”

Shilla buru-buru lari ke kamar mandi. Cepat-cepat mandi, cepat cepat salin, cepat-cepat nyisir, dan Segala persiapan lain yang serba cepat-cepat.
Shanin, adik Shilla yang tidur sekamar dengan Shilla bangun kaget dan langsung panik.

“hah! Jam berapa nih? Jam berapa?”

“setengah enam”

Grabak-grubuknya (?) Shanin beres-beres buku langsung berhenti.

“apa?? Baru setengah enam? Kok elo udah rapi gitu?

“emang gak boleh?”

“bukan gitu..... aaaaaahhh... gue tau deh! Lo pasti mau bikin contekan buat ulangan jam pertama kan?”

“sok tau lo..” Shilla menjitak kepala adiknya, langsung ngibrit ke ruang makan, sarapan kilat dan buru-buru lari ke luar.

_____*_____*_____*_____

Betapa kagetnya Shilla begitu tiba di sekolah, karena dia pikir dia bakalan jadi orang pertama yang menginjakkan kakinya di sekolah. Tapi ternyata, boro-boro! SMA Buana Karya *jangan dicari gak bakalan ketamu -,-* sekolah Shilla ini memang masih sepi, tapi begitu sampai di kelas... udah lengkap, bo’..!
Shilla kontan bengong. Gila, ih! Cowok-cowoknya sih sebiji juga belum ada, tapi cewek-ceweknya, asli udah komplet!

Dan yang paling buat keki, bangkunya ternyata keburu disambar orang. Keke telah bertengger manis di sana. Terpaksa Shilla ngungsi. Sementara duduk di mana saja dan agak jauh pula, karena semua bangku di sekitar mejanya sudah berpenghuni.

Shilla makin bengong begitu sadar pagi ini telah banyak terjadi perubahan. Kalau dia responsnya Cuma bahagia dan berbunga-bunga sampai terbawa mimpi, reaksi teman-temannya lebih dahsyat lagi. Ada yang rambutnya jadi keriting. Ada yang kemarin-kemarin keriting pagi ini mendadak jadi lurus.
Osa, yang rambutnya ikal pagi ini sih tetap ikal. Cuma basah. Dan sampai bel pulang itu rambut gak kering-kering juga -.-V

Zahra jadi serba biru. Dari sepatu, kaus kaki, ikat pinggang, tali jam, bros, sampai bando.
Dea yang perasaan tingginya Cuma beda lima senti dengan Shilla, pagi ini jadi menjulang. Selidik punya selidik, ternyata sepatunya ada haknya euyy!

Olivia yang punya mata indah, pagi ini melepas kacamatanya dan pakai lensa kontak. Sudah pasti supaya mata indahnya keliatan jelas.
Tapi yang paling membuat Shilla kaget, Keke dan Nadya pakai eyeshadow! Meskipun tipis, tetap aja
keliatan. Supaya tidak ketahuan guru, waktu jam pelajaran mereka menutupnya dengan poni.
Dan pagi ini kelasnya jadi begitu semerbak dengan segla macam wangi-wangian. Cowok-cowok yang datang kemudian, masuk dengan ekspresi bingung.

“duileee.. wangi-wangi amat sih?” kata Obiet sambil menatap sekeliling sambil mengendus-ngendus -,-.
Sementara Deva menatap muka Keke sampai nyureng (?)

“mata lo kenapa kok ada kelap-kelipnya?”

“gak usah rese deh!” jawab Keke ketus

So, alhasih Cuma Shilla seorang yang pagi ini tanpa pertubahan apa-apa. Tetap mungil, tanpa hiasan apa pun, baik di kepala-pundak-lutut-kaki. Tetap Cuma pakai bedak di muka. Tetap Cuma bau cologne yang biasa di pakai bayi.

_____*_____*_____*_____

Besoknya Shilla tidak mau datang pagi-pagi. Soalnya kata Mang Dadang, penjaga sekolah, sejak pagi-pagi amat kelasnya sudah penuh. Jadi kesimpulannya, kalau mau datang paling dulu, ya jangan pulang. Alias tidur di sekolah sekalian!
Tapi Shilla sempat bengong juga begitu datang sesuai jadwal yang biasa, tujuh kurang lima belas menit. Kelasnya penuh dengan cewek yang bertebaran di sana-sini.

“ekskyusmi...! ekskyusmii..!” teriaknya sambil berusaha menerobos masuk.

Begitu sampai di mejanya Shilla lebih tercengang lagi. Keke dan Nadya duduk dempet-dempetan di bangkunya! Seperti gak ada tempat lain aja -,- Di bangkunya Alvin, Zevana duduk desak-desakan berdua Aren, anak Bahasa yang kelasnya ada di gedung seberang. Di bangku Deva dan Acha, dua orang yang duduk di belakang Shilla, juga penuh. Bangku Ray sama Ozy yang duduk di depannya juga begitu.
Pokoknya semua bangku di sekitar bangku Shilla dan Alvin penuh cewek. Membuat anak-anak yang datang belakangan jadi jengkel dan akhirnya, sama seperti Shilla terpaksa ngungsi sampai bel berbunyi karena kebanyakan cewek-cewek itu susah banget diusirnya.

Besonya, Shilla baru nongol setelah nyaris bel. Percuma saja dia datang pagi-pagi, soalnya paling Cuma bisa titip tas. Karena siapapun yang duduk di bangkunya, tidak bakalan mau berdiri dan enyah dari situ kalau bel belum berbunyi.
Selain itu, buat apa dia sampai harus seperti mereka? Toh dia akan duduk di sebelah Alvin, dalam jarak yang paling dekat, dari jam tujuh pagi sampai dua siang. Tujuh jam! Dan selama waktu itu, kecuali jam istirahat pastinya, tidak ada yang berani merebut bangkunya. Jadi biar saja cewek-cewek itu berebut saja.

Selain itu setelah dua hari duduk bersebelahan dengan Alvin, Shilla mulai mencium ada sesuatu yang ganjil pada cowok itu. Dia cuel banget sama cewek. Terlalu cuek. Sadis malah!
Itu langsung terasa di hari pertama Alvin duduk di sebelanya. Dari jam tujuh pagi sampai jam dua siang, cowok itu Cuma ngajak ngomong satu kali. Cuma satu kali! Itu juga Cuma Tanya nama -,-

“nama lo?”

Jawaban Shilla juga jadi agak-agak gimanaaaa gitu. Soalnya Alvin nanyanya mirip polisi yang menginterogasi perampok sih. Menatapnya tajam dan tanpa senyum!

“Shilla. Ashilla..” *anggap aja nama Shilla Cuma Ashiila yah v(-_-)v

“udah? Cuma itu?” sepasang alis Alvin bertaut

“iya, kenapa?” Tanya Shilla risih agak jengkel.

“kependekan? Kalo mau nambahin, gak apa-apa kok. Asal jangan minta dicantumin di akte aja”
baru bibir Alvin mengembangkan senyum. Tipis dan Cuma sesaat.

“gak, Ashilla... Singkat tapi bagus. Nama lo bagus”

Cuma itu! Hari kedua dan hari ketiga malahh.. blas! Shilla dianggap tidak kasat mata. Hari keempat lagi-lagi Cuma satu kalimat selama tuuh jam. Itu juga dalam rangka pinjam pensil. Dan si Alvin itu, kece-kece begitu, ternyata kalo pinjam property orang suka lupa ngembaliin. Sementara Shilla-nya juga ngeri mau minta.

Tapi cueknya Alvin itu ternyata malah melambungkan namanya. Di mana-mana sesuatu yang misterius itu memang lebih membangkitkan rasa ingin tahu.
Shilla selalu sendiri, bukannya tidak mau mengakrabkan diri. Tapi pengamatannya, Alvin itu kalau di ajak ngomong atau ditanya, jawabannya Cuma “nggak”,”iya”,”masa?” atau “gak tau”. Malah sering banget dia berlagak budek ._.v Kalau ada yang nekat bertanya, tanpa memperdulikan sikap penolakannya yang terang-terangan, dengan sadis Alvin menatap sang penanya, diikuti kalimat bernada dingin.

“bisa gak sih lo gak ganggu gue?”

Atau kalau dia sudah kelewatan jengkel, si penanya itu Cuma di tatapnya tajam-tajam tanpa ngomong sedikitpun!
Mengerikan banget kan?
Makanya Shilla malas mau coba-coba ngakak ngobrol. Takut kena libas mata dinginnya Alvin. Baru jadi penonton aja sia suka nelangsa, apalagi kalau ituk kebagian juga. Bisa berantakan hati dan harga dirinya. Shilla melirik cowok di sebelahnya diam-diam mencibir dalam hati. Dia kira dia siapa jaim banget gitu.

_____*_____*_____*_____

Di depan kelas Daud, yang baru masuk hari ini setelah satu minggu absen gara-gara gejala tipus sedang mencatan daftar pesanan teman-teman sekelas, seperti biasa.

“aye kagak pake semur jengkol Ud!” kata Ray

“aye kagak pake semur terong!” teriak Deva dari belakang. “lagian emak lo maksa banget sih? Terong di semur. Nape kagak timun aje sekalian!”

Daud nyengir kuda.

“entu baru namenya inopatip” kilanya *anggap aja Daud orang betawi ._.v*

Tiba-tiba Alvin ketawa. Tertegun Shilla menatap pemandangan yang baru pertama kalinya itu. Juga cewek-cewek sekelas, yang juga kontan terpesona pada sebentuk tawa dan sepasang mata dingin semakin memukau dengan bias hangatnya.

“emang siapa yang jual nasi uduk Shill?” Tanya Alvin tiba-tiba. Shilla tersentak

“eh? Oh,, itu Nyaknya si Daud”

“ohh” Alvin tertawa lagi. “elo mau?” Shilla tersentak lagi

“mau apa?” dia langsung gugup

“ya nasi uduklah”

“oh, gak lah udah bosen, elo mau? Menennya mesti pake bahasa Betawi loh”

“kenapa?” Alvin menoleh heran

Perlu diketahui, Daud memang Cuma melayani pemesanan yang memakai bahasa Betawi. Untuk meredam arus globalisasi -,- katanya, eh katenye. Jadi supaya nilai-nilai tradisional tidak tergusur. Yang kebarat-baratan kayak Deva, so pasti tidak dilayani -,-

“elo pesennya ke Amrik aje gih sono!” begitu kata si Daud waktu Deva minta sebungkus

“gak masalah!” jawab Alvin enteng. Shilla mengerutkan kening

“elo kan belom lama di Jakarta”

“emangnya harus di Jakarta dulu baru bisa bahasa Betawi? Sinetronnya Mandra udah cukup buat referensi”

Dan Alvin membuktikan ucapannya

“ade nyang sebungkusnye gopek kagak?” tanyanya garing, cewek-cewek langsung pada bengong
Ya ampun! Kece-kece mulut cablak! Shilla menutup mulut, menahan tawa

“ade” Daud mengangguk. Yang lain kontan protes

“aahhh, elo! Mentang-mentang die anak baru, kemaren-kemaren elo kagak kasih. Paling melarat ceceng!” protes Ray, langsung yang lain pada “he-eh”

“sekarang ade” jawab Daud

“kalo gitu gue nyang gopekan aje dah” ujar Alvin “menunye ape? Nasi doangan? Kagak pake ape-ape? Biar katenye Cuma nasi, tapi kalo nasi uduk sih enak aje”

“siape bilang nasi doangan?” kata Daud “ade sayurnye juge”

“ahh, nyang bener lo?” Ray terbelalak “wah, nih die zaman masih suseh begini jarang-jarang ada makanan nyang masih mure”

“iye, sayur sisa kemaren. Nasinye juge, mangkenye khusus nyang pesen gopekan entar gue liat dulu. Ade sise ape kagak”

Semuanya tertawa

“jahat lo nasi basi aje gopek!”

“nyang kagak basi juge ade, Dep. Tapi keraknye doing! Mau lo?”

Semuanya tertawa lagi. Termasuk Alvin dia malah bangkit terus pindah duduk di bangku Irsyad. Persis di depan daud.
Shilla mengamatinya diam-diam. Ada yang makin aneh pada diri Alvin. Kalau sama cowok dia normal, wajar apa adanya. Tapi kenapa kalau sama cewek dia sadis banget ya?

_____*_____*_____*_____

“Minggirrr!”

Semua tersentak kaget dan seketika menoleh ke sumber suara. Termasuk Shilla yang lagi mengungsi di bangku Daud. Saat itu Shilla tengah asyik memperhatikan Patton, teman sebangku Daud, yang lagi membuat sketsa. Si Patton ini emang jago mengambar dan ilustrasi-ilustrasinya sering muncul di majalah-majalah *anggap aja Patton jago gambar 
Sama seperti yang lain, Shilla terkesima manatap bangkunya sendiri. Sejak kedatangan Alvin, bangku itu serasa jadi kavelingnya Keke. Di sebelah Keke, wajah Zevana tampak pucat gara-gara dibentak Alvin barusan.

“elo gak denger? Gue bilang minggir!!” bentak Alvin lagi

“gue.. gue Cuma numpang duduk kok” jawab Zevana gagap

“ini bukan bangku kosong!” sambar Alvin. “lo bisa duduk di bangku laen! Jangan di sini! Cepet pergi..!”
Saking tidak percayanya Alvin bisa sadis begitu, Zevana kontan membeku di tempat. Dan itu malah mmembuat Alvin meledak.

“CEPET PERGII...!”

bentaknya dengan suara menggelegar, diikuti pukulan keras di meja. Benda itu menderit seiring memucatnya wajah-wajah yang berkerumunan di sekitar situ. Zevana? Jangan ditanya lagi. Mukanya putih asli! Dan dengan gerakan mirip robot dia berdiri dan lari keluar sambil nangis.
Dengan tenang, tanpa merasa sudah melakukan tindakan keterlaluan, entah sadar atau memang masa bodo dengan suasana kelas yang mendadak jadi benar-benar senyap, Alvin menjatuhkan tubuhnya ke bangku.

Namun mendadak ekspresi wajahnya jadi kaku lagi begitu sadar ada sesuatu yang bertengger manis di atas mejanya. Sebuah kotak kue penuh potongan blackforest dengan sebutir ceri merah di setiap potongannya. Serpihan-serpihan coklat menutupi seluruh permukaan kue. Tapi ternyata Alvin tak terpengaruh.

“ini punya siapa?” tanyanya sambil menatap satu-satu kerumunan cewek di sekitarnya
Keke yang tengah duduk persis di sebelahnya menjawab pelan. Jadi ngeri juga dia setelah menyaksikan jatuh korban

“buat.... elo Vin”
Seketika mata elan Alvin menyambarnya. Dan kerena kebetulan Keke di sebelahnya, Alvin menghadapkan wajahnya persis di depan Keke. Jantung cewek itu serasa jumpalitan. Senang juga, tapi juga ngeri -,-

“elo denger yah!” desis Alvin “gue bukan orang yang kelaperan! Jadi gak usah lagi lo bawa yang macem-macem!!”

Cowok itu memajukan wajahnya “sebenernya apa sih maksud lo bawa-bawa makanan segala?”

“Ngg... gak kok” Keke makin tergagap “itu juga.. kalo elo suka, kalo gak juga gak apa-apa”

“gitu ya?” Alvin menarik kembali wajahnya “kebetulan... gue gak suka” suaranya mengeras “ambil cepet! Gue perlu ini meja!!”

Namun Keke bergeming. Meskipun mengerikan inilah saat yang ditunggunya. Sampai mimpi-mimpi malah bisa duduk di sebelah Alvin.

“cepeeet ambil!!” bentak Alvin. Keke tetap bertahan tak memberikan reaksi

Dengan jengkel Alvin meraih kotak kue, lalu menyodorkannya ke cowok-cowok yang duduk berkerumun tak jauh dari situ.

“elo pada mau gak?”

Lansung aja mereka menyerbu

“asyoooooiiii jelas mau banget dong”

Kotak itu berpindah tangan ke segerombolan mulut-mulut rakus yang menyambut dengan sorak kegirangan. Sejak tadi mereka memandangi kue itu, tapi Cuma bisa ngiler karena Keke yang memang special membawa kue untuk Alvin, jelas tidak sudi ngasih. Dan kue itu ludes dalam sekejap.

“enak gilaaa!” kata Deva sambil menjilat-jilat tangan. Satu isyarat samar dari sepasang mata Alvin membuatnya tahu, apa balasan untuk kue yang barusan ia makan.

Deva menghampiri Keke dengan kotak kosong di tangan.

“enak banget Ke, gila deh!” katanya. Tidak jelas memuji atau merayu “elo bikin sendiri ya? Atau beli? Kalo bikin snediri, waaahh.. elo bener-bener hebah deh. Udah cakep, pinter bikin kue pula!”

Ucapan Deva membuat seisi kelas ketawa. Sementara Keke... iihhhh.. muak! Dari dulu dia benci banget sama si Deva ini. Udik, tapi ngaku cool v(-_-)v *please jangan gebukin aku*

“dung.. cek! Dung dung... cekkkk!! Di belakang Deva, Daud berjoget-joget gaje. Girang banget dia. Musuh bebuyutannya dipermalukan begitu

“untung kagak elo makan Pin, ketauan ade jampi-jampinye tuh. Buktinye Deva langsung jatuh cinte”

“diem lo!” bentak Keke, membuat seisi kelas ketawa lagi

Akhirnya Keke pergi, karena dua alasan. Pertama, Alvin sibuk sama bukunya dan tidak ambil pusing dengan adegan ungkapan cinta yang terjadi di sebelahnya. Kedua, karena Deva benar-benar membuat Keke ingin muntah.
Cewek-cewek yang lain kontan ikut pergi begitu kepala suku hengkang dari situ.

“bangku lo udah kosong tuh. Balik gih” Patton mengingatkan cewek mungil di sebelahnya. Shilla langsung geleng kepala

“ngg.. gue duduk di sini yah Ton?” pintanya melas. Patton tertawa

“bilang sama yang punya bangku dong”

Shilla langsung menoleh ke sana kemari. Mencari si Daud

“daud sstt!” panggilnya lirih. Daud menoleh tetapi tak berani keras-keras. Cuma tangannya yang member isyarat. Daud berdiri dan menghampiri.

“ape?”

“gue duduk di sini ya? Sehariiiiii aja”

“kenape emangnye?”

“elo gak denger tadi?”

“kan bukan elo nyang kena bentak”

“ya kali aja ada session keduanya. Boleh ya Daud? Please...”

“ini kan sarang penyamun Shill” kata Patton “ gak ada cewek di sekitar sini”

“tau nih anak, elo mau di godain Sion ampe jam terakhir?”

“gak apa-apa deh mendingan digodain” jawab Shilla spontan “abis gue takut duduk di sana”

Patton dan Daud tertawa geli

“kalo elo kayaknya gak apa-apa deh” Patton menenangkan “buktinya dia milih duduk di sebelah elo, padahal masih banyak tempat kosong. Lagian juga kalo elo duduk di sini, lo gak bakalan bisa ngeliat apa-apa. Gabriel di depan lo persis”

“iye” Daud mengangguk. Memang, di depan Daud ada Gabriel, si jangkung anak basket. Duduk di belakang Iyel dijamin Cuma bisa menyaksikan satu pemandangan: punggung cowok itu. Tapi masih mending begitu daripada kena bentak Alvin.

“yuk gue anterin” kata Daud

“yaaaahhh Daudddd..”

“mangkenye gue anterin, biar aman, kagak bagus elo duduk di belakang gini”

Shilla bangun ogah-ogahan. Sebelum dia pergi, sambil tertawa Patton berbisik di kupingnya “ati-ati Shill. Jangan duduk ngebelakangin Alvin. Entar tau-tau elo dicekek!”

“elo nih, jangan nakut-nakutin gue dong!” Shilla melotot kesal
Patton tertawa

“udeh kagak useh didenger” Daud menarik Shilla ke habitatnta. Sebelum meninggalkan bangku Shilla, Daud berbisik ke Alvin “doi ketakutan tuh, ampe nekat mau duduk di bangku gue”

“oh ya?” mata Alvin seketika menyipit *emang udah sipit haha*. Diliriknya Shilla mulai sibuk mengeluarkan buku-bukunya. Ketika tatapan mereka bertumbukan, sepasang mata cewek itu buru-buru menghindar. Kejadian berikutnya Alvin jadi tambah geli.

Hari ini ada jam kosong. Dua jam. Makanya Shilla membawa sekotak kue kebangsaannya kaasstengel, serta satu Aqua gelas. Diletakannya kue itu di meja, disusul buku ‘Open the Earth’s Hidden Secrets’ buku yang heboh banget dan tak sabar ingin cepat-cepat dia tamatkan. Tapi kesibukannya langsung terhenti waktu tak sengaja dia melihat Alvin sedang memperhatikan kotak kuenya.

“ngg.. itu buat gue sendiri kok Vin,, bukan buat elo. Dan gue juga gak bermaksud nawarin ke elo. Bener!!” kata Shilla buru-buru, takut dikira mau ikutan carmuk.

Alvin jadi menahan tawa. Apalagi begitu dilihatnya ternyata Shilla benar-benar melahap semua kuenya tanpa menawarinya sama sekali.
Lekat ditatapnya gadis yang tenggelam dalam buku sambil mengunyah itu. Mengamati sikapnya, mempelajari sikapnya dan mendadak satu rencana muncul di kepala Alvin.

_____*_____*_____*_____

Sejak kejadian itu, cewek-cewek jadi pada ngeri kalau mau overacting di depan Alvin, kecuali yang kulitnya betul-betul badak, atau mungkin yang awalnya evolusinya emang dari badak. Contohnya si Zevana itu ._.v

Meskipun sempat kena bentak, Zevana pantang mundur. Cewek satu ini betul-betul “penyandang cacat”. Tak bisa mendengar, tak bisa melihat, tidak bisa berbicara, itu masih mendingan. Cacatnya zevana ini termasuk yang sudah kronis. Dia tidak bisa malu. Atau bahasa Indonesia bakunya: ‘Nggak Punya Udel’

“sekasar-kasarnya cowok, kalo kitanya tetep sabar, mereka pasti akan luluh juga” begitu Zevana punya teori. Yang mendegnarnya jelas jadi pada mangap.

“elo gila banget sih” desah Shilla sambil geleng-geleng kepala “emangnya lo gak sakit hati dibentak kayak kemaren? Gue yang Cuma denger aja mau marah”

“ohh, itu masih mending Shill. Bearti masih ada komunikasi”

Shilla ternganga. Juga semuanya, trus yakinnya, benar-benar berani mati, Zevana duduk di bangku Alvin tanpa bertanya-tanya apakah yang punya lagi butuh atau tidak.
Shilla geleng-geleng kepala dan segera keluar kelas. Meskipun sebentar lagi bel masuk, daripada menyaksikan adegan Zevana dilibas Alvin, mending dia minggat.
Satu sosok dari kejauhan yang baru turun dari bajaj, membuat Shilla buru-buru lari menghampiri.

“Fy, kok tumben lo telat?”

“iya Shill. Abisnya semalem ada tamu. Baru mulai negbungkusinnya jam Sembilan. Selesainya udah lewat midnight” jawab Ify, sambil menurunkan kantong-kantong plastic. Shilla buru-buru menolong

“kenapa gak telpon gue? Langsung ke koperasi nih?”

“iya”

Dua-duanya melangkah menuju koperasi sekolah sambil menenteng kantong plastic di kedua tangan.

“elo gak ke kelas Shill? Udah lewat sepuluh menit nih” Ifu menatap heran sohibnya yang masih membantunya menyusun bungkusan keripik singkong pedas di nampan-nampan sambil mencatat.
Shilla menarik napas

“gue ngeri Fy”

“kenapa?”

“biasa, si Alvin”

“ohh. Siapa lagi yang dia babat?”

“Zevana..”

“oh!” Ify meringis “biar aja kalo Zevana sih. Dia emang badak”

“bukan gitu masalahnya Alvin tuh gak punya perasaan, tau gak? Bentak-bentak orang seenaknya. Gak peduli tempat, gak peduli banyak orang”

“mungkin dia udah kesel banget kali”

“gue pengen pindah duduk deh Fy, tapi ke mana? Gak ada bangku yang enak”

“Alvin aja yang lo usir itukan tempatnya Kiki. Kalo tiba-tiba Kiki masuk gimana?
Shilla sontak terbelalak

“ohh iya, ya ampun! Kenapa gue bisa lupa sama Kiki ya? Abis lama bener sih tuh anak gak masuk-masuk. Gue juga belom tau kaki tuh anak udah sembuh apa beon. Katanya kan dipasangin pen. Tapi Fy,, masalahnya, ngomong ke Alvin-nya itu yang gue ngeri”

“pelan-pelan pokoknya jangan keliatan kalo elo tuh udah gak betah duduk sama dia”

_____*_____*_____*_____

Itu memang jalan keluar yang paling baik. Tanpa terkesan bahwa sebenarnya Shilla ingin menghindar, Alvin harus tahu bahwa bangku yang sekarang dia tempati itu ada penghuninya. Kiki, yang sekarang di opname. Memang masih lama sih masuknya, tapikan tetap aja tuh bangku ada yang punya.
Shilla harus ngomong begitu, supaya mau tidak mau Alvin pindah tempat. Cari bangku lain. Dan itu berarti, Shilla bakalan terbebas dari si ganteng yang misterius dan membuatnya takut itu. Akhirnya di suatu siang, setelah berharu-hari mundur maju, Shilla nekat ngomong masalah itu.

“hhmmm,,, begini Vin, gue mau ngomong nih. Tapi...”

“penting?” potong Alvin dengan nada dingin

“Penting! Penting !!” jawab Shilla buru-buru. Alvin menatapnya, menunggu.

Meskipun niatnya mau serius nekat, tetap saja Shilla langsung panic begitu sepasang mata dingin itu menatapnya lurus.

“hmm.. tapi... tapi elo jangan marah ya?”

“tergantung omongan lo”

Mati gue! Shilla langsung nyesal sudah berani nekat

“begini loh” katanya “ngg.. bangku yang sekarang elo tempatin itu.. ada orangnya.. Mmm.. dia sekarang bakalan gak masuk lama, tapi kan,, bangkunya tetap aja ada yang punya”

“oh ya?” Alvin kaget “siapa?”

“Mmmm.. Kiki” jawab Shilla makin waswas, takut Alvin meledak. “sori ya Vin. Sebenernya waktu itu gue mau ngasih tau elo. Cumaaaaa....”

“gak apa-apa, sekarang Kiki-nya ke mana?”

“diopname. Kecelakaan”

“di mana?”

“Rumah Sakit Jakarta”

Alvin terdiam. Tiba-tiba dia pergi begitu saja. Shilla bangong. Buru-buru dia mengejar cowok itu

“Vin.. Alvin! Elo jangan marah dong, gue yang pindah aja deh. Elo di situ aja gak apa-apa kok nanti gue yang bilang ke Kiki”

“kapan elo mau bilang ke Kiki?” mendadak Alvin menghentikan langkahnya. Shilla seketika mengerem larinya, hampir saja menabrak tubuh jangkung Alvin

“yaaaahh..” shilla jadi bingung. Tidak menyangka bakal begini reaksi Alvin. Besok ada ulangan, gumamnya dalam hati, lusa juga ada

“dua hari lagi mungkin”

“jadi Kamis?”

“iya”

“oke!” Alvin mengangguk. Dan lagi-lagi dia pergi begitu saja
Shilla mendesis jengkel. Benar-benar gak punya perasaan! Mentang-mentang keren! *emangggggg. Haha*
Kini Shilla menyadari akibat omongannya tadi. Bukannya Alvin yang pergi, malah dia yang sekarang harus minggat cari tempat duduk baru. Sedih! Mana pilihannya tinggal yang parah-parah lagi!

_____*_____*_____*_____

Bersambung.....
tunggu part selanjutnya :)
maaf kalo banyak yang salah ketik ._.v