Kamis, 19 Mei 2011

Ashilla Part 1

Ashilla Part 1

Semua mata menatap terkesima. Sosok itu berdiri seperti magnet yang kuat. Memukau dengan segala pesona yang dimilikinya. Tubuhnya tinggi menjulang, dan wajahnya memancarkan keangkuhan yang sempurna.

“nama saya Alvin Jonathan Sindunatha. Tapi cukup panggil Alvin aja” ucapnya.

Tegas tapi dingin. Dan sama sekali tanpa senyuman. Sedikit pun!

“gila! Namanya keren banget!” kata Keke pelan.

“alaa, gitu aja keren!” ejek satu suara di belakang. Keke menoleh. Tampangnya langsung sewot.

“daripada elo! Jauh-jauh dari kampung hijrah ke Jakarta, eh begitu lahir namanya Depa lagi Depa lagi” *pease ya DS v(-_-)v jangan gebukin aku* Telak banget serangan balik dari Keke.

“sudah! Sudah!” potong Bu Winda, wali kelas XII IPA 1

“silahkan Alvin, pilih tempat kamu”

Alvin mengangguk hormat, lalu memandang berkeliling. Cewek-cewek langsung sibuk overacting. Berusaha menarik perhatian Alvin supaya duduk tak jauh dari mereka.
Tapi pilihan Alvin jatuh ke seraut wajah tak acuh yang sejak awal menarik perhatiannya. Wajah yang dia tahu persis betul-betul tak peduli, yang sejak tadi Cuma menatapnya tanpa ekspresi dan lebih sering memandang sekeliling, menikmati kehebohan di sekitarnya.
Alvin menatap Shilla, sang pemilik wajah, yang sedang mengangguk-angguk sambil tertawa kea rah Obiet, cowok yang duduk di depannya. Di hampirinya meja cewek itu.

“hai..” sapa Alvin dengan suara yang lebih tepat dibilang bentakan pelan daripada negur -_- Shilla menoleh kaget dan kontan terperangah.

“boleh duduk di sini kan?”

“heemm..” dengan wajah bingung Shilla menoleh ke Obiet. Tadi cowok itu bilang mau pindah ke sebelah Shilla, gara-gara dongkol dengan manusia di sebelahnya, Oik.

“tapi...” kalimat Shilla terpengal, karena begitu dia menoleh, Alvin telah bertengger manis di sebelahnya.

“Obiet mau duduk di.. sini....” sambung Shilla gagap.

“silahkan” jawab Alvin tenang. “gue gak keberatan duduk bertiga” -,-

Shilla tercengang. Cowok ini.... ganteng tapi udik ._.v *piiss alvz hehe* duduk bertiga? Emang bajaj?

_____*_____*_____*_____

Jam kukuk (?) di tangah ruang baru saja selesai berteriak dua belas kali. Dan Shilla masih saja bengong di depan pantulan dirinya di cermin sejak beberapa jam tadi. Dia masih susah mengerti. Masih -can’t believe at all and amazing really-. Alvin anak baru yang kece banget  itu... memilih duduk di sebelahnya! Gila kan tuh? Amazing, kan? Unbelievable, kan? Makanya dia jadi takut tidur. Tautnya ini Cuma mimpi dan besoknya, pagi-pagi buta, dia terbangun.
Ini pertama kalinya dalam sejarah jam bekernya kalah langkah. Dan ketika si Smile –jam bekernya- benda kuning itu, memperdengarkan deringnya yang melengking, buru-buru Shilla menekan tombol kecil di atasnya, dengan satu kalimat pendek diiringi tawa.

“telat lo! Gue udah bangun dari tadi, tau!”

Shilla buru-buru lari ke kamar mandi. Cepat-cepat mandi, cepat cepat salin, cepat-cepat nyisir, dan Segala persiapan lain yang serba cepat-cepat.
Shanin, adik Shilla yang tidur sekamar dengan Shilla bangun kaget dan langsung panik.

“hah! Jam berapa nih? Jam berapa?”

“setengah enam”

Grabak-grubuknya (?) Shanin beres-beres buku langsung berhenti.

“apa?? Baru setengah enam? Kok elo udah rapi gitu?

“emang gak boleh?”

“bukan gitu..... aaaaaahhh... gue tau deh! Lo pasti mau bikin contekan buat ulangan jam pertama kan?”

“sok tau lo..” Shilla menjitak kepala adiknya, langsung ngibrit ke ruang makan, sarapan kilat dan buru-buru lari ke luar.

_____*_____*_____*_____

Betapa kagetnya Shilla begitu tiba di sekolah, karena dia pikir dia bakalan jadi orang pertama yang menginjakkan kakinya di sekolah. Tapi ternyata, boro-boro! SMA Buana Karya *jangan dicari gak bakalan ketamu -,-* sekolah Shilla ini memang masih sepi, tapi begitu sampai di kelas... udah lengkap, bo’..!
Shilla kontan bengong. Gila, ih! Cowok-cowoknya sih sebiji juga belum ada, tapi cewek-ceweknya, asli udah komplet!

Dan yang paling buat keki, bangkunya ternyata keburu disambar orang. Keke telah bertengger manis di sana. Terpaksa Shilla ngungsi. Sementara duduk di mana saja dan agak jauh pula, karena semua bangku di sekitar mejanya sudah berpenghuni.

Shilla makin bengong begitu sadar pagi ini telah banyak terjadi perubahan. Kalau dia responsnya Cuma bahagia dan berbunga-bunga sampai terbawa mimpi, reaksi teman-temannya lebih dahsyat lagi. Ada yang rambutnya jadi keriting. Ada yang kemarin-kemarin keriting pagi ini mendadak jadi lurus.
Osa, yang rambutnya ikal pagi ini sih tetap ikal. Cuma basah. Dan sampai bel pulang itu rambut gak kering-kering juga -.-V

Zahra jadi serba biru. Dari sepatu, kaus kaki, ikat pinggang, tali jam, bros, sampai bando.
Dea yang perasaan tingginya Cuma beda lima senti dengan Shilla, pagi ini jadi menjulang. Selidik punya selidik, ternyata sepatunya ada haknya euyy!

Olivia yang punya mata indah, pagi ini melepas kacamatanya dan pakai lensa kontak. Sudah pasti supaya mata indahnya keliatan jelas.
Tapi yang paling membuat Shilla kaget, Keke dan Nadya pakai eyeshadow! Meskipun tipis, tetap aja
keliatan. Supaya tidak ketahuan guru, waktu jam pelajaran mereka menutupnya dengan poni.
Dan pagi ini kelasnya jadi begitu semerbak dengan segla macam wangi-wangian. Cowok-cowok yang datang kemudian, masuk dengan ekspresi bingung.

“duileee.. wangi-wangi amat sih?” kata Obiet sambil menatap sekeliling sambil mengendus-ngendus -,-.
Sementara Deva menatap muka Keke sampai nyureng (?)

“mata lo kenapa kok ada kelap-kelipnya?”

“gak usah rese deh!” jawab Keke ketus

So, alhasih Cuma Shilla seorang yang pagi ini tanpa pertubahan apa-apa. Tetap mungil, tanpa hiasan apa pun, baik di kepala-pundak-lutut-kaki. Tetap Cuma pakai bedak di muka. Tetap Cuma bau cologne yang biasa di pakai bayi.

_____*_____*_____*_____

Besoknya Shilla tidak mau datang pagi-pagi. Soalnya kata Mang Dadang, penjaga sekolah, sejak pagi-pagi amat kelasnya sudah penuh. Jadi kesimpulannya, kalau mau datang paling dulu, ya jangan pulang. Alias tidur di sekolah sekalian!
Tapi Shilla sempat bengong juga begitu datang sesuai jadwal yang biasa, tujuh kurang lima belas menit. Kelasnya penuh dengan cewek yang bertebaran di sana-sini.

“ekskyusmi...! ekskyusmii..!” teriaknya sambil berusaha menerobos masuk.

Begitu sampai di mejanya Shilla lebih tercengang lagi. Keke dan Nadya duduk dempet-dempetan di bangkunya! Seperti gak ada tempat lain aja -,- Di bangkunya Alvin, Zevana duduk desak-desakan berdua Aren, anak Bahasa yang kelasnya ada di gedung seberang. Di bangku Deva dan Acha, dua orang yang duduk di belakang Shilla, juga penuh. Bangku Ray sama Ozy yang duduk di depannya juga begitu.
Pokoknya semua bangku di sekitar bangku Shilla dan Alvin penuh cewek. Membuat anak-anak yang datang belakangan jadi jengkel dan akhirnya, sama seperti Shilla terpaksa ngungsi sampai bel berbunyi karena kebanyakan cewek-cewek itu susah banget diusirnya.

Besonya, Shilla baru nongol setelah nyaris bel. Percuma saja dia datang pagi-pagi, soalnya paling Cuma bisa titip tas. Karena siapapun yang duduk di bangkunya, tidak bakalan mau berdiri dan enyah dari situ kalau bel belum berbunyi.
Selain itu, buat apa dia sampai harus seperti mereka? Toh dia akan duduk di sebelah Alvin, dalam jarak yang paling dekat, dari jam tujuh pagi sampai dua siang. Tujuh jam! Dan selama waktu itu, kecuali jam istirahat pastinya, tidak ada yang berani merebut bangkunya. Jadi biar saja cewek-cewek itu berebut saja.

Selain itu setelah dua hari duduk bersebelahan dengan Alvin, Shilla mulai mencium ada sesuatu yang ganjil pada cowok itu. Dia cuel banget sama cewek. Terlalu cuek. Sadis malah!
Itu langsung terasa di hari pertama Alvin duduk di sebelanya. Dari jam tujuh pagi sampai jam dua siang, cowok itu Cuma ngajak ngomong satu kali. Cuma satu kali! Itu juga Cuma Tanya nama -,-

“nama lo?”

Jawaban Shilla juga jadi agak-agak gimanaaaa gitu. Soalnya Alvin nanyanya mirip polisi yang menginterogasi perampok sih. Menatapnya tajam dan tanpa senyum!

“Shilla. Ashilla..” *anggap aja nama Shilla Cuma Ashiila yah v(-_-)v

“udah? Cuma itu?” sepasang alis Alvin bertaut

“iya, kenapa?” Tanya Shilla risih agak jengkel.

“kependekan? Kalo mau nambahin, gak apa-apa kok. Asal jangan minta dicantumin di akte aja”
baru bibir Alvin mengembangkan senyum. Tipis dan Cuma sesaat.

“gak, Ashilla... Singkat tapi bagus. Nama lo bagus”

Cuma itu! Hari kedua dan hari ketiga malahh.. blas! Shilla dianggap tidak kasat mata. Hari keempat lagi-lagi Cuma satu kalimat selama tuuh jam. Itu juga dalam rangka pinjam pensil. Dan si Alvin itu, kece-kece begitu, ternyata kalo pinjam property orang suka lupa ngembaliin. Sementara Shilla-nya juga ngeri mau minta.

Tapi cueknya Alvin itu ternyata malah melambungkan namanya. Di mana-mana sesuatu yang misterius itu memang lebih membangkitkan rasa ingin tahu.
Shilla selalu sendiri, bukannya tidak mau mengakrabkan diri. Tapi pengamatannya, Alvin itu kalau di ajak ngomong atau ditanya, jawabannya Cuma “nggak”,”iya”,”masa?” atau “gak tau”. Malah sering banget dia berlagak budek ._.v Kalau ada yang nekat bertanya, tanpa memperdulikan sikap penolakannya yang terang-terangan, dengan sadis Alvin menatap sang penanya, diikuti kalimat bernada dingin.

“bisa gak sih lo gak ganggu gue?”

Atau kalau dia sudah kelewatan jengkel, si penanya itu Cuma di tatapnya tajam-tajam tanpa ngomong sedikitpun!
Mengerikan banget kan?
Makanya Shilla malas mau coba-coba ngakak ngobrol. Takut kena libas mata dinginnya Alvin. Baru jadi penonton aja sia suka nelangsa, apalagi kalau ituk kebagian juga. Bisa berantakan hati dan harga dirinya. Shilla melirik cowok di sebelahnya diam-diam mencibir dalam hati. Dia kira dia siapa jaim banget gitu.

_____*_____*_____*_____

Di depan kelas Daud, yang baru masuk hari ini setelah satu minggu absen gara-gara gejala tipus sedang mencatan daftar pesanan teman-teman sekelas, seperti biasa.

“aye kagak pake semur jengkol Ud!” kata Ray

“aye kagak pake semur terong!” teriak Deva dari belakang. “lagian emak lo maksa banget sih? Terong di semur. Nape kagak timun aje sekalian!”

Daud nyengir kuda.

“entu baru namenya inopatip” kilanya *anggap aja Daud orang betawi ._.v*

Tiba-tiba Alvin ketawa. Tertegun Shilla menatap pemandangan yang baru pertama kalinya itu. Juga cewek-cewek sekelas, yang juga kontan terpesona pada sebentuk tawa dan sepasang mata dingin semakin memukau dengan bias hangatnya.

“emang siapa yang jual nasi uduk Shill?” Tanya Alvin tiba-tiba. Shilla tersentak

“eh? Oh,, itu Nyaknya si Daud”

“ohh” Alvin tertawa lagi. “elo mau?” Shilla tersentak lagi

“mau apa?” dia langsung gugup

“ya nasi uduklah”

“oh, gak lah udah bosen, elo mau? Menennya mesti pake bahasa Betawi loh”

“kenapa?” Alvin menoleh heran

Perlu diketahui, Daud memang Cuma melayani pemesanan yang memakai bahasa Betawi. Untuk meredam arus globalisasi -,- katanya, eh katenye. Jadi supaya nilai-nilai tradisional tidak tergusur. Yang kebarat-baratan kayak Deva, so pasti tidak dilayani -,-

“elo pesennya ke Amrik aje gih sono!” begitu kata si Daud waktu Deva minta sebungkus

“gak masalah!” jawab Alvin enteng. Shilla mengerutkan kening

“elo kan belom lama di Jakarta”

“emangnya harus di Jakarta dulu baru bisa bahasa Betawi? Sinetronnya Mandra udah cukup buat referensi”

Dan Alvin membuktikan ucapannya

“ade nyang sebungkusnye gopek kagak?” tanyanya garing, cewek-cewek langsung pada bengong
Ya ampun! Kece-kece mulut cablak! Shilla menutup mulut, menahan tawa

“ade” Daud mengangguk. Yang lain kontan protes

“aahhh, elo! Mentang-mentang die anak baru, kemaren-kemaren elo kagak kasih. Paling melarat ceceng!” protes Ray, langsung yang lain pada “he-eh”

“sekarang ade” jawab Daud

“kalo gitu gue nyang gopekan aje dah” ujar Alvin “menunye ape? Nasi doangan? Kagak pake ape-ape? Biar katenye Cuma nasi, tapi kalo nasi uduk sih enak aje”

“siape bilang nasi doangan?” kata Daud “ade sayurnye juge”

“ahh, nyang bener lo?” Ray terbelalak “wah, nih die zaman masih suseh begini jarang-jarang ada makanan nyang masih mure”

“iye, sayur sisa kemaren. Nasinye juge, mangkenye khusus nyang pesen gopekan entar gue liat dulu. Ade sise ape kagak”

Semuanya tertawa

“jahat lo nasi basi aje gopek!”

“nyang kagak basi juge ade, Dep. Tapi keraknye doing! Mau lo?”

Semuanya tertawa lagi. Termasuk Alvin dia malah bangkit terus pindah duduk di bangku Irsyad. Persis di depan daud.
Shilla mengamatinya diam-diam. Ada yang makin aneh pada diri Alvin. Kalau sama cowok dia normal, wajar apa adanya. Tapi kenapa kalau sama cewek dia sadis banget ya?

_____*_____*_____*_____

“Minggirrr!”

Semua tersentak kaget dan seketika menoleh ke sumber suara. Termasuk Shilla yang lagi mengungsi di bangku Daud. Saat itu Shilla tengah asyik memperhatikan Patton, teman sebangku Daud, yang lagi membuat sketsa. Si Patton ini emang jago mengambar dan ilustrasi-ilustrasinya sering muncul di majalah-majalah *anggap aja Patton jago gambar 
Sama seperti yang lain, Shilla terkesima manatap bangkunya sendiri. Sejak kedatangan Alvin, bangku itu serasa jadi kavelingnya Keke. Di sebelah Keke, wajah Zevana tampak pucat gara-gara dibentak Alvin barusan.

“elo gak denger? Gue bilang minggir!!” bentak Alvin lagi

“gue.. gue Cuma numpang duduk kok” jawab Zevana gagap

“ini bukan bangku kosong!” sambar Alvin. “lo bisa duduk di bangku laen! Jangan di sini! Cepet pergi..!”
Saking tidak percayanya Alvin bisa sadis begitu, Zevana kontan membeku di tempat. Dan itu malah mmembuat Alvin meledak.

“CEPET PERGII...!”

bentaknya dengan suara menggelegar, diikuti pukulan keras di meja. Benda itu menderit seiring memucatnya wajah-wajah yang berkerumunan di sekitar situ. Zevana? Jangan ditanya lagi. Mukanya putih asli! Dan dengan gerakan mirip robot dia berdiri dan lari keluar sambil nangis.
Dengan tenang, tanpa merasa sudah melakukan tindakan keterlaluan, entah sadar atau memang masa bodo dengan suasana kelas yang mendadak jadi benar-benar senyap, Alvin menjatuhkan tubuhnya ke bangku.

Namun mendadak ekspresi wajahnya jadi kaku lagi begitu sadar ada sesuatu yang bertengger manis di atas mejanya. Sebuah kotak kue penuh potongan blackforest dengan sebutir ceri merah di setiap potongannya. Serpihan-serpihan coklat menutupi seluruh permukaan kue. Tapi ternyata Alvin tak terpengaruh.

“ini punya siapa?” tanyanya sambil menatap satu-satu kerumunan cewek di sekitarnya
Keke yang tengah duduk persis di sebelahnya menjawab pelan. Jadi ngeri juga dia setelah menyaksikan jatuh korban

“buat.... elo Vin”
Seketika mata elan Alvin menyambarnya. Dan kerena kebetulan Keke di sebelahnya, Alvin menghadapkan wajahnya persis di depan Keke. Jantung cewek itu serasa jumpalitan. Senang juga, tapi juga ngeri -,-

“elo denger yah!” desis Alvin “gue bukan orang yang kelaperan! Jadi gak usah lagi lo bawa yang macem-macem!!”

Cowok itu memajukan wajahnya “sebenernya apa sih maksud lo bawa-bawa makanan segala?”

“Ngg... gak kok” Keke makin tergagap “itu juga.. kalo elo suka, kalo gak juga gak apa-apa”

“gitu ya?” Alvin menarik kembali wajahnya “kebetulan... gue gak suka” suaranya mengeras “ambil cepet! Gue perlu ini meja!!”

Namun Keke bergeming. Meskipun mengerikan inilah saat yang ditunggunya. Sampai mimpi-mimpi malah bisa duduk di sebelah Alvin.

“cepeeet ambil!!” bentak Alvin. Keke tetap bertahan tak memberikan reaksi

Dengan jengkel Alvin meraih kotak kue, lalu menyodorkannya ke cowok-cowok yang duduk berkerumun tak jauh dari situ.

“elo pada mau gak?”

Lansung aja mereka menyerbu

“asyoooooiiii jelas mau banget dong”

Kotak itu berpindah tangan ke segerombolan mulut-mulut rakus yang menyambut dengan sorak kegirangan. Sejak tadi mereka memandangi kue itu, tapi Cuma bisa ngiler karena Keke yang memang special membawa kue untuk Alvin, jelas tidak sudi ngasih. Dan kue itu ludes dalam sekejap.

“enak gilaaa!” kata Deva sambil menjilat-jilat tangan. Satu isyarat samar dari sepasang mata Alvin membuatnya tahu, apa balasan untuk kue yang barusan ia makan.

Deva menghampiri Keke dengan kotak kosong di tangan.

“enak banget Ke, gila deh!” katanya. Tidak jelas memuji atau merayu “elo bikin sendiri ya? Atau beli? Kalo bikin snediri, waaahh.. elo bener-bener hebah deh. Udah cakep, pinter bikin kue pula!”

Ucapan Deva membuat seisi kelas ketawa. Sementara Keke... iihhhh.. muak! Dari dulu dia benci banget sama si Deva ini. Udik, tapi ngaku cool v(-_-)v *please jangan gebukin aku*

“dung.. cek! Dung dung... cekkkk!! Di belakang Deva, Daud berjoget-joget gaje. Girang banget dia. Musuh bebuyutannya dipermalukan begitu

“untung kagak elo makan Pin, ketauan ade jampi-jampinye tuh. Buktinye Deva langsung jatuh cinte”

“diem lo!” bentak Keke, membuat seisi kelas ketawa lagi

Akhirnya Keke pergi, karena dua alasan. Pertama, Alvin sibuk sama bukunya dan tidak ambil pusing dengan adegan ungkapan cinta yang terjadi di sebelahnya. Kedua, karena Deva benar-benar membuat Keke ingin muntah.
Cewek-cewek yang lain kontan ikut pergi begitu kepala suku hengkang dari situ.

“bangku lo udah kosong tuh. Balik gih” Patton mengingatkan cewek mungil di sebelahnya. Shilla langsung geleng kepala

“ngg.. gue duduk di sini yah Ton?” pintanya melas. Patton tertawa

“bilang sama yang punya bangku dong”

Shilla langsung menoleh ke sana kemari. Mencari si Daud

“daud sstt!” panggilnya lirih. Daud menoleh tetapi tak berani keras-keras. Cuma tangannya yang member isyarat. Daud berdiri dan menghampiri.

“ape?”

“gue duduk di sini ya? Sehariiiiii aja”

“kenape emangnye?”

“elo gak denger tadi?”

“kan bukan elo nyang kena bentak”

“ya kali aja ada session keduanya. Boleh ya Daud? Please...”

“ini kan sarang penyamun Shill” kata Patton “ gak ada cewek di sekitar sini”

“tau nih anak, elo mau di godain Sion ampe jam terakhir?”

“gak apa-apa deh mendingan digodain” jawab Shilla spontan “abis gue takut duduk di sana”

Patton dan Daud tertawa geli

“kalo elo kayaknya gak apa-apa deh” Patton menenangkan “buktinya dia milih duduk di sebelah elo, padahal masih banyak tempat kosong. Lagian juga kalo elo duduk di sini, lo gak bakalan bisa ngeliat apa-apa. Gabriel di depan lo persis”

“iye” Daud mengangguk. Memang, di depan Daud ada Gabriel, si jangkung anak basket. Duduk di belakang Iyel dijamin Cuma bisa menyaksikan satu pemandangan: punggung cowok itu. Tapi masih mending begitu daripada kena bentak Alvin.

“yuk gue anterin” kata Daud

“yaaaahhh Daudddd..”

“mangkenye gue anterin, biar aman, kagak bagus elo duduk di belakang gini”

Shilla bangun ogah-ogahan. Sebelum dia pergi, sambil tertawa Patton berbisik di kupingnya “ati-ati Shill. Jangan duduk ngebelakangin Alvin. Entar tau-tau elo dicekek!”

“elo nih, jangan nakut-nakutin gue dong!” Shilla melotot kesal
Patton tertawa

“udeh kagak useh didenger” Daud menarik Shilla ke habitatnta. Sebelum meninggalkan bangku Shilla, Daud berbisik ke Alvin “doi ketakutan tuh, ampe nekat mau duduk di bangku gue”

“oh ya?” mata Alvin seketika menyipit *emang udah sipit haha*. Diliriknya Shilla mulai sibuk mengeluarkan buku-bukunya. Ketika tatapan mereka bertumbukan, sepasang mata cewek itu buru-buru menghindar. Kejadian berikutnya Alvin jadi tambah geli.

Hari ini ada jam kosong. Dua jam. Makanya Shilla membawa sekotak kue kebangsaannya kaasstengel, serta satu Aqua gelas. Diletakannya kue itu di meja, disusul buku ‘Open the Earth’s Hidden Secrets’ buku yang heboh banget dan tak sabar ingin cepat-cepat dia tamatkan. Tapi kesibukannya langsung terhenti waktu tak sengaja dia melihat Alvin sedang memperhatikan kotak kuenya.

“ngg.. itu buat gue sendiri kok Vin,, bukan buat elo. Dan gue juga gak bermaksud nawarin ke elo. Bener!!” kata Shilla buru-buru, takut dikira mau ikutan carmuk.

Alvin jadi menahan tawa. Apalagi begitu dilihatnya ternyata Shilla benar-benar melahap semua kuenya tanpa menawarinya sama sekali.
Lekat ditatapnya gadis yang tenggelam dalam buku sambil mengunyah itu. Mengamati sikapnya, mempelajari sikapnya dan mendadak satu rencana muncul di kepala Alvin.

_____*_____*_____*_____

Sejak kejadian itu, cewek-cewek jadi pada ngeri kalau mau overacting di depan Alvin, kecuali yang kulitnya betul-betul badak, atau mungkin yang awalnya evolusinya emang dari badak. Contohnya si Zevana itu ._.v

Meskipun sempat kena bentak, Zevana pantang mundur. Cewek satu ini betul-betul “penyandang cacat”. Tak bisa mendengar, tak bisa melihat, tidak bisa berbicara, itu masih mendingan. Cacatnya zevana ini termasuk yang sudah kronis. Dia tidak bisa malu. Atau bahasa Indonesia bakunya: ‘Nggak Punya Udel’

“sekasar-kasarnya cowok, kalo kitanya tetep sabar, mereka pasti akan luluh juga” begitu Zevana punya teori. Yang mendegnarnya jelas jadi pada mangap.

“elo gila banget sih” desah Shilla sambil geleng-geleng kepala “emangnya lo gak sakit hati dibentak kayak kemaren? Gue yang Cuma denger aja mau marah”

“ohh, itu masih mending Shill. Bearti masih ada komunikasi”

Shilla ternganga. Juga semuanya, trus yakinnya, benar-benar berani mati, Zevana duduk di bangku Alvin tanpa bertanya-tanya apakah yang punya lagi butuh atau tidak.
Shilla geleng-geleng kepala dan segera keluar kelas. Meskipun sebentar lagi bel masuk, daripada menyaksikan adegan Zevana dilibas Alvin, mending dia minggat.
Satu sosok dari kejauhan yang baru turun dari bajaj, membuat Shilla buru-buru lari menghampiri.

“Fy, kok tumben lo telat?”

“iya Shill. Abisnya semalem ada tamu. Baru mulai negbungkusinnya jam Sembilan. Selesainya udah lewat midnight” jawab Ify, sambil menurunkan kantong-kantong plastic. Shilla buru-buru menolong

“kenapa gak telpon gue? Langsung ke koperasi nih?”

“iya”

Dua-duanya melangkah menuju koperasi sekolah sambil menenteng kantong plastic di kedua tangan.

“elo gak ke kelas Shill? Udah lewat sepuluh menit nih” Ifu menatap heran sohibnya yang masih membantunya menyusun bungkusan keripik singkong pedas di nampan-nampan sambil mencatat.
Shilla menarik napas

“gue ngeri Fy”

“kenapa?”

“biasa, si Alvin”

“ohh. Siapa lagi yang dia babat?”

“Zevana..”

“oh!” Ify meringis “biar aja kalo Zevana sih. Dia emang badak”

“bukan gitu masalahnya Alvin tuh gak punya perasaan, tau gak? Bentak-bentak orang seenaknya. Gak peduli tempat, gak peduli banyak orang”

“mungkin dia udah kesel banget kali”

“gue pengen pindah duduk deh Fy, tapi ke mana? Gak ada bangku yang enak”

“Alvin aja yang lo usir itukan tempatnya Kiki. Kalo tiba-tiba Kiki masuk gimana?
Shilla sontak terbelalak

“ohh iya, ya ampun! Kenapa gue bisa lupa sama Kiki ya? Abis lama bener sih tuh anak gak masuk-masuk. Gue juga belom tau kaki tuh anak udah sembuh apa beon. Katanya kan dipasangin pen. Tapi Fy,, masalahnya, ngomong ke Alvin-nya itu yang gue ngeri”

“pelan-pelan pokoknya jangan keliatan kalo elo tuh udah gak betah duduk sama dia”

_____*_____*_____*_____

Itu memang jalan keluar yang paling baik. Tanpa terkesan bahwa sebenarnya Shilla ingin menghindar, Alvin harus tahu bahwa bangku yang sekarang dia tempati itu ada penghuninya. Kiki, yang sekarang di opname. Memang masih lama sih masuknya, tapikan tetap aja tuh bangku ada yang punya.
Shilla harus ngomong begitu, supaya mau tidak mau Alvin pindah tempat. Cari bangku lain. Dan itu berarti, Shilla bakalan terbebas dari si ganteng yang misterius dan membuatnya takut itu. Akhirnya di suatu siang, setelah berharu-hari mundur maju, Shilla nekat ngomong masalah itu.

“hhmmm,,, begini Vin, gue mau ngomong nih. Tapi...”

“penting?” potong Alvin dengan nada dingin

“Penting! Penting !!” jawab Shilla buru-buru. Alvin menatapnya, menunggu.

Meskipun niatnya mau serius nekat, tetap saja Shilla langsung panic begitu sepasang mata dingin itu menatapnya lurus.

“hmm.. tapi... tapi elo jangan marah ya?”

“tergantung omongan lo”

Mati gue! Shilla langsung nyesal sudah berani nekat

“begini loh” katanya “ngg.. bangku yang sekarang elo tempatin itu.. ada orangnya.. Mmm.. dia sekarang bakalan gak masuk lama, tapi kan,, bangkunya tetap aja ada yang punya”

“oh ya?” Alvin kaget “siapa?”

“Mmmm.. Kiki” jawab Shilla makin waswas, takut Alvin meledak. “sori ya Vin. Sebenernya waktu itu gue mau ngasih tau elo. Cumaaaaa....”

“gak apa-apa, sekarang Kiki-nya ke mana?”

“diopname. Kecelakaan”

“di mana?”

“Rumah Sakit Jakarta”

Alvin terdiam. Tiba-tiba dia pergi begitu saja. Shilla bangong. Buru-buru dia mengejar cowok itu

“Vin.. Alvin! Elo jangan marah dong, gue yang pindah aja deh. Elo di situ aja gak apa-apa kok nanti gue yang bilang ke Kiki”

“kapan elo mau bilang ke Kiki?” mendadak Alvin menghentikan langkahnya. Shilla seketika mengerem larinya, hampir saja menabrak tubuh jangkung Alvin

“yaaaahh..” shilla jadi bingung. Tidak menyangka bakal begini reaksi Alvin. Besok ada ulangan, gumamnya dalam hati, lusa juga ada

“dua hari lagi mungkin”

“jadi Kamis?”

“iya”

“oke!” Alvin mengangguk. Dan lagi-lagi dia pergi begitu saja
Shilla mendesis jengkel. Benar-benar gak punya perasaan! Mentang-mentang keren! *emangggggg. Haha*
Kini Shilla menyadari akibat omongannya tadi. Bukannya Alvin yang pergi, malah dia yang sekarang harus minggat cari tempat duduk baru. Sedih! Mana pilihannya tinggal yang parah-parah lagi!

_____*_____*_____*_____

Bersambung.....
tunggu part selanjutnya :)
maaf kalo banyak yang salah ketik ._.v

Tidak ada komentar:

Posting Komentar