Rabu, 01 Juni 2011

Ashilla Part 2

Ashilla Part 2





_____*_____*_____*_____



Sore itu tiba-tiba saja Alvin muncul di teras rumah Shilla. Ternyata cowok itu bawa mobil Jeep.



“jadi, mau besuk Kiki?” tanyanya langsung. Masih dengan gaya khasnya. Dingin. Tanpa “hai” apalagi

“selamat sore”. Shilla yang sempat terkesima dengan kedatangan Alvin yang mendadak itu langsung tersinggung.



“pasti..! ini mau ganti baju. Tapi... elo kok bisa tau rumah gue?”



“emangnya gue gak punya informan yang bisa ditanyain?” jawab Alvin



Shilla Cuma diam

Kemudian Alvin berkata “gue ikut yah? Elo keberatan?”

Shilla menatapnya heran dan semakin tersinggung lagi



“gue pasti bilang ke Kiki kok Vin, kalo bangkunya sekarang ditempatin anak baru. Gak udah kuatir deh”



“bukan itu” Alvin menggeleng “tinggal dia satu-satunya temen sekelas yang belom gue kenal”



Shilla mengigit bibir dan menimbang-nimbang. Sebernya ia tak ingin pergi berdua Alvin. Cukup di kelas dia ketakukan setiap hari. Tapi bingung nolaknya. Akhirnya setelah beberapa saat terdiam, Shilla mengangguk juga, -terpaksa- apa boleh buat. Habis, mau bagaimana lagi?

Dan sepanjang perjalanan, lagi-lgi Alvin tidak bersuara sama sekali. Blas! Hening! Sunyi! Senyap! Dan semacamnya (?)

Shilla terpaksa menahan sabar, menahan dongkol, menahan kesal, menahan marah, menahan kaki yang rasnya kepingin loncat saja keluar. Dan dia bertekad, dari rumah sakit nanti, dia mau pulang sendiri naik bus!



“Sudirman belok kanan Vin”



“gue udah ke sana, ngobrol sama Kiki malah”



“apa?” shilla terjolak kaget



“sorry...” Alvin menoleh sekilas “gue Tanya Daud”



“kok elo gak bilang? Terus elo ngapain ngajak gue keluar?”



“jadi elo gak mau pergi sama gue? Mau pulang sekarang?”



Shilla diam. Bingung. Aneh banget si Alvin ini..!



“maksud lo apa sih?”



Alvin tidak menjawab. Sepasang matanya menatap lurus ke ruas jalan.



“Vin?” ulang Shilla mulai jengkel. Ketika Alvin tidak juga bereaksi, Shilla mengeluarkan ancaman



“kalo elo gak mau ngomong juga, gue turun di lampu merah depan”



Barulah Alvin bereaksi. Dia menarik napas panjang-panjang, lalu membelokkan mobil ke jalan kecil yang dihiasi rimbun pepohonan di sisi kiri dan kanan, dan berhenti di satu sisinya. Tapi kemudian lagi-lagi dia Cuma diam. Menatap ke depan begitu lama padahal tidak ada apa-apa di sana. Cuma gelap dan bayang pepohonan.

Namun Shilla sudah tidak mau bertanya lagi. Saking dongkolnya, dia kini pasrah. Sehari-hari di kelas saja Alvin sudah lebih bisu dari pada orang bisu (?)

Akhirnya Alvin buka suara. Mungkin akhirnya dia sadar bahwa dia yang punya kepentingan, jadi dialah yang harus ngomong.



“gue... pernah punya cewek Shill, diaa... dia suka kebun teh”



Dahi Shilla mengernyit seketika. Tercengang sekaligus tidak mengerti kenapa Alvin cerita



“dan gue.. gue suka.. kebut-kebutan”



Alvin diam lagi setelah mengucapkan satu kalimat terputus-putus itu. Kening Shilla makin keriting (?). dia betul-betul tidak tahu hubungan antara pacar, kebun teh, dan kebut-kebutan.



“te..russ?” Tanya Shilla, pelan dan hati-hati



“yah karena dia suka kebun teh,.. gue ajak dia ke kebun teh”



“oh..” shilla ber-oh meskipun sebetulnya tidak paham maksud kalimat Alvin. Ya jelas dong kalau orang suka kebun teh, ya diajaknya pasti ke kebun teh. Masa ke kebun singkong? Alvin ini aneh banget deh!

Tapi kemudian Shilla melanjutkan “pasti dia suka”



“gue gak tau”



“loh kok?”



“ya karena.. karena...” Alvin menelan ludah, “dia udah gak bisa gue tanyain lagi”



“kenapa? Putus?”



“bukan..” lirih banget suara Alvin “bukan putus.. diaa.. dia.... meninggal”



Shilla terperangah

“maksud lo?”



Alvin tidak menjawab, dia malah mengalihkan wajahnya ke arah lain dan menatap kegelapan di sana. Ketika berbicara lagi, suaranya benar-benar bergetar hebat.



“ke kebun teh. Di lereng gunung... kami naik motor. Waktu itu gue ngebut. Gue suka kebut-kebutan dan Sivia tau itu. ‘ayo kita lawan angin’ begitu dia bilang waktu itu. Dan itu bikin gue lupa diri. Motor gue gas gila-gilaan. Gue pikir, apalagi yang mesti gue pikirin kalo cewek yang gue bawa gak ketakutan? Kami ketawa keras-keras , kami kibarin slayer tinggi-tinggi. Tapi.... gue lengah. Gue..” suara Alvin semakin serak. “kami menerjang pagar pengaman. Dia kelempar Shill.. hampir seratus meter. Sivia tergeletak di antara pohon-pohon teh, jauh di bawah. Dan dia... dia...” kelapa Alvin terkulai di atas setir. “dia koma.. dan meninggal. Gue bunuh dia.. di tempat yang paling dia suka!!”



Shilla terperangah tak percaya. Apalagi saat dilihatnya air mata Alvin mengalir. Tak ada isak yang keluar, tapi tangis seorang cowok, makhluk yang pantang mengeluarkan air mata, itu berarti beban yang dia tanggung benar-benar berat. Beban perasaan bersalah yang pasti akan membuatnya membenci diri sendiri. Dan itu tak bisa dihindari dengan jalan apapun.



Kecuali berdamai dengan perasaan bersalah itu. Coba melupaka, atau membiarkan saja dan menerima kenyataan bahwa memang itulah yang sudah terjadi.

Ragu, Shilla menyentuh bahu cowok di sampingnya.



“Vin,,” bisiknya pelan “itu udah terjadi. Gue gak bilang itu harus dilupakan. Cuma... itu lah kenyataannya. Takdir Vin,, elo Cuma perantara”



“tapi kalo hari itu dia gak gue ajak pergi, apa dia tetep mati? Gak kan Shill? Biarpin kami pergi, kalo gue gak ngebut, apa dia juga tetep akan mati? Gak kan? Nggak!! Bukan takdir yang salah!! Gue yang salah..!!”



Shilla bingung sendiri sekaligus ketakutan. Mendadak Alvin mirip orang kesurupan. Dia membentak-bentak Shilla yang sebenarnya tidak tahu apa-apa.



“Vin, denger yah” kata Shilla sabar “bukan elo yang salah, itu udah....”



“bukan gimana??” bentak Alvin “gue yang salah”



“iya.. iyaaaa.. elo yang salah!” jawab Shilla akhirnya



Dalam hati ia ingin protes keras, kenapa dirinya yang terkena omelan?



“waktu itu hujan. Jalan licin. Semua udah ngelarang kami pergi. Apalagi ke gunung. Tapi gue nekat..”



“betul..!! elo yang salah” tandas Shilla dengan suara tinggi “udah jelas-jelas hujan, kenapa elo pergi juga? Betul itu elo yang salah..! gak bertanggung jawab!” sambungnya bertubi-tubi. ‘Mending ikutan nyalahin aja deh. Dari pada gak selamet’ batinnya.



Mendengar itu seketika tubuh Alvin terhempas, dia menutup wajah dengan telapak tangan. Napasnya memburu, turun-naik dengan cepat. Shilla melunakkan suaranya, dia ngomong pelan dan takut-takut.



“Vin, umur Sivia emang Cuma sampe hari itu. Jalan ia meninggal udah ditentukan begitu, lewat elo. Berapa kali pun elo protes, kejadian itu udah terjadi kan? Elo memohon jutaan kali pun, dia gak akan hidup lagi”



“tapi..”

Shilla buru-buru memotong kalimat Alvin, “Vin, kalo elo ngamuk begini, nanti lama-lama gue bisa mati juga lohh“ -,-



Seketika Alvin tersadar. Shilla benar-benar ketakutan dan sudah terdesak sampai di celah antara jok dan pintu.



“Shill,, maaf... maaf” Alvin meraih cewek itu dan memeluknya kuat-kuat *vin, aku juga mau #plakplak*. Shilla tersentak. Minta ampun nih cowok! Bentak-bentak orang sembarangan, meluk orang juga sembarangan.



“ohh, tenang aja. Gak apa-apa kok. Belom pernah ada cerita orang bisa mati gara-gara dibentak“ -,- Shilla buru-buru melepaskan diri.



“maaf Shill, gue gak sadar”



“iya, gak apa-apa” Shilla buru-buru menenangkan, takut dapat pelukan tiba-tiba lagi.



Alvin menghela nafas, menutupi wajah dengan satu tangan. Tubuhnya lunglai, lalu menelungkup di atas setir.



Hening. Cowok itu tenggelam dalam pikirannya sendiri dan Shilla tak berani mengusik.



“ini rahasia kita Shill” tiba-tiba Alvin mengangkat wajah. Tertegun, Shilla menetap wajah kuyu itu.



“jangan bilang siapa pun kalo lo pernah liat gue nangis” Shilla mengangguk “itu sebabnya kenapa selama ini gue bersikap dingin, kasar. Gue gak mau ada satu cewek pun deket gue”



“iya..” Shilla mengangguk lagi, meskipun dalam hati agak heran. Apa Shilla gak kaya cewek ya? “jadi siapa yang harus pindah?”



“maksud lo?”



“iya. Siapa yang harus pindah? Gue apa elo? Tapi sih bagusnya elo aja. Meski pun bermasalah, mendingan elo yang pindah ketimbang gue”



Alvin semakin tidak mengerti “kenapa salah satu dari kita harus pindah?”



“loh.. tadi elo bilang, lo gak mau ada satu cewek pun deket elo. Gue cewek loh. Apa tampang gue mirip Daud” -,-



Alvin kontan ketawa. Sekarang gentian Shilla yang menatap tidak mengerti. Alvin geleng-geleng kepala disisa-sisa tawanya. Sesaat kemudian wajahnya kembali serius.



“ulang tahun Keke lo dateng?” Tanya Alvin



“belum tau, emangnya kenapa?”



“dateng yuk Shill, gue jemput ya”



Shilla tersentak kaget. Alvin menatapnya seperti merasa bersalah



“Shill, gue minta maaf. Tapi gue bener-bener perlu bantuan lo. Kalo kita dateng berdua, mereka akan berfikir ada something di antara kita. Dan itu gue harap akan bikin mereka mundur. Gue udah capek ngeliat mereka numpuk di sekeliling meja, tiap pagi, tiap istirahat, tiap jam kosong. Gue juga udah males ngelayanin ajakan mereka. Makan, pulang bareng, belajar kelompok, bergabung di ekskul ini-itu. Belom cewek-cewek yang bikin gue habis kesabaran. Kayak Zevana, Keke, Nadya, Aren terus... gak tau siapa-siapa aja mereka yang laen itu..”



Shilla tertegun. Tidak tahu harus senang atau sedih mendengar kata-kata itu. Sesuatu di dalam dadanya terasa luluh saat itu juga.



“konsekuensinya Vin...” ujarnya pelan



“elo punya cowok?” kali ini ganti Alvin yang tersentak kaget “atau... lagi ada yang elo suka?”

Shilla buru-buru geleng kepala “bukan itu. Maksud gue...”



“kalo mereka nyangka kita beneran..”

Alvin mengangkat alisnya, “biarin aja. Bagus malah! Atau....” ditatapnya Shilla dengan seksama “elo gak mau??”



Shilla menarik napas diam-diam. Nelangsa.



“bukan itu,, cumaa...”



“Cuma pura-pura kok Shill, kalo nanti ada cowok yang lo suka, lo boleh pergi..”

Seketika Alvin menggenggam kedua tangan Shilla



“shill, tolong. Please..” bisiknya dengan nada memohon yang begitu sulit untuk ditolak



“semuanya gue serahin ke elo. Lo boleh bilang apa aja, lo boleh bilang kita memang pacaran, lo boleh bilang gue suka sama elo. Apa aja, gue akan mengiyakan semuanya”



Shilla menatap wajah yang begitu dekat itu. Perlahan ia mengangguk meskipun hatinya patah, paling tidak peluang itu tertutup untuk semuanya. Dan dia akan menjadi satu-satunya orang yang paling dekat dengan Alvin. Meskipun Cuma untuk sementara dan tanpa ada hubungan apa-apa.



_____*_____*_____*_____



Setelah kejadian itu, setelah Alvin menceritakan segalanya, Shilla tidak lagi melihat Alvin sebagai sosok yang menakutkan. Shilla justru jadi iba. Pada semuanya, pada kenangan menyaitnka itu, pada penyesalan Alvin yang pasti tak tertebus. Terutama pada cara menghalau gadis-gadis yang mendekat.

Dan saat melihatnya lagi pagi ini, berjalan masuk dan menebar pesona yang dimilikinya, dingin tanpa peduli sekeliling, rasanya tak percaya kalau semalam dia telah melihat cowok itu menangis.



“Pagi...” sapanya pun masih seperti biasanya, tanpa senyum. Formal seperti memang harus dilakukan, suka atau tidak.



“Pagi” jawab Shilla. Juga seperti biasa, tanpa senyum



Meskipun kaget karena Alvin telah menganggapnya sebagai orang yang bisa dipercaya dengan menceritakan suatu rahasia yang mungkin paling hitam, Shilla tetap tidak anak memberikan senyumnya kalau Alvin tidak senyum duluan. Nanti dikira dia punya maksud lagi. Dan senyum dianggap senyum murahan.



“Apa kabar, Shill?”



Shilla menoleh. Nah, ini baru tidak biasa. Biasanya Alvin tidak pernah peduli pada keadaan Shilla.



“Baik”



“gitu ya?? Bagus deh”



Diam-diam Alvin mengamati reaksi cewek di sebelahnya hari ini. Ternyata tetap tidak berubah. Tetap seperti Shilla yang kemarin-kemarin. Yang tidak peduli sama sekali. Yang beru suka bersuara kalau ditegur duluan. Yang lebih suka mengunyah sendiri semua kuenya tanpa menawari apalagi bagi-bagi.

Alvin bersyukur, berarti dia tidak salah memilih teman sebangku. Berarti juga dia telah menceritakan beban hidupnya yang paling berat pada orang yang tepat.



Tapi seharian Alvin jadi gelisah. Mungkin dalam hati, Shilla juga sama gelisahnya. Semalaman malah dia nyaris tak bisa memejamkan mata, masih belum yakin apakah Alvin serius dengan permintaannya itu. Apalagi cowok itu tidak ngomong apa-apa hati ini.



Shilla tidak tahu bahwa Alvin sebenarnya ingin membahas masalah itu secepatnya. Tapi kondisinya

tidak memungkinkan. Di kelililngnya masih juga bertebaran begitu banyak cewek. Meskipun waktu itu jadi sempat lepas control, marah sejadi-jadinya karena jengkel dikrubungi terus, ternyata tetap tidak bisa mengusir mereka terlalu jauh.



Zevana, Keke, Nadya, Aren dan masih banyak lagi yang membuatknya ingin berteriak sekeras-kerasnya. Terpaksa Alvin menunggu waktu pulang. Dia harus mengajak Shilla pulang sama-sama untuk membahas soal itu. Sayangnya dia lupa. Begitu bel pulang menjerit, Shilla selalu langsung kabur ke kelas Ify, sohibnya di XII IPA 2.



Terpaksa Alvin menguntit dua cewek itu diam-diam. Baru setelah keadaan sepi dan aman, buru-buru dia dekati mereka. Menghadang dengan cara menghentikan mobil pas di depan mereka.



“Hai..” Alvin menyapa Ify terlebih dulu



“Hai juga...” Ify membalas agak ragu. Soalnya ini pertama kalinya dia berhadapan muka dengan cowok yang telah menggemparkan sekolah.



“gue ada perlu sama elo Shill” Alvin menatap Shilla. Cewek itu langsung tahu, pasti tentang itu, tentang mereka nanti akan ‘pacaran’.



Ify menatap mereka berdua. Alisnya bertaut Shilla buru-buru member alasan, karena Ify tidak boleh sampai tahu.



“Alvin mau kenalan sama Kak Erland, Fy” jelas Shilla, menyebut nama salah satu sepupunya yang terjun ke dunia basket professional.



“ohh..” Ify mengangguk. Kena tipu dia.



_____*_____*_____*_____



“Kak Erland siapa Shill?” Tanya Alvin begitu Ify sudah turun dari Jeep dan mereka tinggal berdua, menyusuri jalan, belik ke arah semula.



“tukang daging!” jawab Shilla asal. Dia tidak mau memberi tahu. Takut Alvin nanti jadi tertarik. Apalagi kak Erland sudah sering berlaga di Kobatama. Jangan-jangan nanti Alvin maksa-maksa mau kenalan. Bukan apa-apa, masalah ini saja bisa dipastikan bakalan runyam.



Alvin jelas tidak percaya “terus kenapa gue musti kenalan sama dia?”



Shilla tertawa pelan “dulu dia pemain basket, terus karena cidera dan gak bisa maen lagi, dia jualan daging”



“ohh.. begitu” Alvin mengangguk-angguk. Dia tahu Shilla bohong. Mana ada mantan atlet banting setir jadi tukang daging. Kecuali atlet matador.



“mau ngomong masalah itu kan?” Tanya Shilla sesaat kemudian



“iya, gimana? Udah dipikirin?”



“udah”



“jawabannya?”



“boleh gak jawab ‘gak mau’ ?”



Alvin tertawa



“sayangnya jawabannya harus ‘iya’ atau ‘mau’ Shill..”



“itulah”



“Shill tolong. Gue bener-bener butuh bantuan lo”



‘Ini orang!!’ Keluh Shilla dalam hati. ‘Minta tolong tapi harus! Gimana sih?’



“tapi kenapa mesti di ultahnya Keke sih? Apa gak terlalu ngagetin??”



“justru itu” tegas Alvin “justru yang gue perlu ya yang bikin kaget begitu”



“tapi kan....”



“sebentar.. sebentar!” potong Alvin “kita stop dulu, gak enak ngomong sambil nyetir begini. Elo gak apa-

apa kan pulang telat?”



“gak. Paling-paling gue diomelin nyokap”



Alvin ketawa tanpa suara. Si mungil ini,, pikirnya



“nanti gue jelasin ke nyokap lo deh, lo gak usah kuatir”



Shilla Cuma mangut-mangut. Bukan nyokap gue yang jadi masalah, gerutunya dalam hati. Tapi elo!



“mau ngomong apa tadi?” Tanya Alvin setelah memarkir mobil di satu area parkiran yang teduh



“ya.. itu. Nanti kalo ditanya-tanyain, gimana? Kita mau jawab apa?



Sesaat Alvin terdiam



“ini juga yang mau gue omongin ke elo Shill” katanya pelan “permintaan tolong gue yang ke dua”



Kening Shilla kontan keriting

“emangnya ada berapa babak sih permintaan tolong lo itu? Soalnya persediaan tolong gue pas pasan banget nih”



Alvin tertawa *perasaan Alvin ketawa mulu ._.v*dari awal dia memang sudah tahu tidak akan bisa sok cuek dan sok galak di depan cewek satu ini.



“Cuma dua, Shill, pertama, elo jadi cewek gue. Dan kedua, kaya yang udah gue bilang semalem, tolong lo karang cerita tentang jadian kita ini”



“mana sempet Vin, ultahnya Keke kan tinggal tiga hari lagi”



“bukan di ultahnya Keke lo mesti jelasin”



“terus?” Shilla makin gak ngerti



Alvin tak menjawab. Dia memang sudah punya rencana sendiri. Ini kepentingannya, jadi dia yang akan memegang kendali. Sementara Shilla cukup jadi kopral yang jelas harus nurut apa kata komandan.



“gak ada terus. Lo karang aja ceritanya. Gak perlu buru-buru. Tapi kita tetep nongol di pestanya Keke.

Selebihnya.....” Alvin menepuk pundak Shilla “itu urusan gue. Oke?”



Shilla tidak bertanya lagi. Bingung. Alvin ini ternyata kelewatan banget. Minta tolong tapi otoriter. Dia yang ngatur semuanya. Gak mau bilang lagi!



“iya deh” tapi akhirnya Shilla mengangguk juga. Pasrah.



_____*_____*_____*_____



Shilla bingung. Dia benar-benar merasa berjalan di atas bara. Di satu sisi dia tahu persis pesta ultanya Keke nanti akan jadi ajang untuk merebut perhatian Alvin. Yang kentong bokapnya pada gembung kaya Keke, Zevana, Nadya, Iley, Aren dan sederet nama lain, kelas berusaha menarik perhatian lewat penampilan. Dan mereka sudah sesumbar akan datang dengan gaun yang ‘wow’. Sudah pasti oke semua. Tanpa masing-masing mau bilang seperti apa.



Dan semakin mendekati hari H, anak-anak semakin semangat membahas soal itu. Di mana-mana semua sibuk kasak-kusuk. Meskipun yang diundang terbatas, kecuali kelas Keke sendiri semuanya terpaksa diundang karena kesannya belagu banget kalau pilih-pilih.



Sudah menjadi rahasia umum bahwa tidak sembarang orang bisa masuk ke sana, waktu kelas satu, waktu itu Keke ngerayain ultahnya yang keenambelas. Ini memang yang ke dua kalinya Shilla sekelas sama si borjuis satu itu.



Dan Shilla belum lupa, dia dan teman-temannya yang lain sampai terbengong-bengong saking takjubnya melihat rumah keke. Gedenya minta ampun! Terdiri atas satu rumah induk dan empat buah paviliun untuk masing-masing anak. Di setiap paviliun ada satu ruang tamu, satu kamar, dan satu ruang makan plus dapur, jadi bisa dibilang Keke punya rumah sendiri.



Tapi bukan itu yang membuat Shilla pusing, dia sih tidak perduli dengan segala macam usaha Keke. Yang bakalan jadi masalah gawat adalah karena di pesta itu nanti, Alvin akan menggandengnya dan mengumumkan ke semua... bahwa mereka pacaran..!



_____*_____*_____*_____



Dalam do’a seperti apa pun, selalu ada harapan untuk dikabulkan. Kecuali do’anya Shilla mungkin. Yang Mahakuasa pasti mikir juga kalau mau mengabulkan do’a yang aneh itu: minta supaya waktu berhenti berputar. Atau kalau tidak bisa, loncat satu hari saja deh. Toloooooong Tuhan..

Karena tidak mungkin dikabulkan itulah maka hari yang takutkan akhirnya datang juga. Ultahnya Keke!

Sejak pagi Shilla sudah nervous. Dia jadi banyak diam gara-gara ngeri memikirkan nanti malam, sementara cewek-cewek sekelas begitu ribut dan penuh semangat membahas penampilan mereka nanti.



“elo kenapa sih Shill? Kok diem aja?” Oik menatapnya heran “dateng gak ntar malem?”



“ngg.. kayaknya sih dateng”



“iya dong.. dateng. Meskipun kita gak mungkin bisa nyaingin penampilan Keke, belum tentu juga Alvin tertarik sama Keke. Jadi gak usah dipikirin deh. Kan kita sama”



Shilla nyengir kuda. Sok tahu banget si Oik ini!

~~~



Sesuai janji, jam setengah tujuh teng Alvin datang dan mereka langsung berangkat ke rumah Keke. Shilla belum pernah merasakan ketakutan, kecemasan, dan kekhawatiran sebesar saat ini. Rasanya hidupnya hampir tamat.



Rumah keke, yang dulu pernah membuat Shilla kesal kesal karena jauh, sekarang serasa bisa dicapai dengan Cuma sekali lompat. Sesaat sebelum mereka sampai ke panggung pementasan mereka yang pertama, Alvin menepikan mobil.



“sori Shill..” katanya pelan “gue gak tau ke mana lagi gue bisa minta tolong”



Shilla geleng kepala

“gak apa-apa kok. Gue Cuma ngerasa jahat aja”



“itu kalo kita jadian beneran. Kenyataannya kan Cuma pura-pura, meskipun gak ada yang tau”



“iya sih” Shilla mengangguk, lalu menarik napas panjang-panjang dan menghembuskan kuat-kuat. Sesaan mereka diam.



“udah??” Tanya Alvin pelan. Shilla mengangguk lagi dengan terpaksa. Habis mau gimana lagi?





Keke ternyata benar-benar mempersiapkan pesta ultahnya khusus untuk menarik perhatian Alvin. Dari jauh gemerlapnya lamu-lampu telah terlihat dan suara musik samar terdengar. Dan begitu Jeep Alvin muncul di pintu gerbang terdengar, Keke langsung berdiri dan berlari menyambut dengan gaya dibuat-buat. Shilla dan Alvin sempat terkesima melihat penampilan Keke yang nyaris menyaingi penampilan artis Hollywood yang masuk nominasi Oscar.



“coba liat Shill, itu Keke apa ibunya?”



Shilla tertawa



“jahat lo. Udah jelas-jelas itu Keke”



Alvin menyeringai

Keke masih belum sadar bahwa medan telah berubah, dia masih mengira dirinyalah satu-satunya yang paling gemerlap malam ini. Cewek itu barlari kecil dengan gaya yang –menurut perkiraannya- pasti indah, lalu menyebrangi halaman depan yang luasnya dan penuh segala macam bunga. Senyumnya merekah. Wajahnya yang lumayan manis jadi semakin manih sengan sapuan makeup meskipun jadi terkesan jadi sudah berumur dua puluh tahunan.



Tapi senyumnya kontan hilang begitu dilihatnya Alvin turun dari mobil, membuka pintu penumpang, dan membiarkan Shilla turun dari sana. Terpana tak percaya, Keke mendekat dengan gaya berjalan yang tak lagi seindah dan seanggun tadi.



“elo kenapa dateng berdua Shill, Vin?” tanyanya tanpa perasaan. Tidak peduli perasaan orang lain bisa tersinggung gara-gara kalimatnya.



Alvin tersenyum tipis

“memangnya kenapa?”



“yaaaahh.. setau gue, rumah lo sama rumah Shilla kan dari Utara ke Selatan”



“justru karena itu gue jemput dia, karena rumah lo ini lebih ke Selatan lagi”



“oh gitu..” jawab Keke sambil melirik Shilla dengan tatapan sinis. Sesaat dia memperhatikan penampilan



Shilla yang sederhana. Cuma memakai celana panjang pipa warna hitam dipadu blus dari bahan kaus warna biru dengan bahu terbuka dan tali spageti.



“tadi buru-buru ya?” sindir Keke sambil berjalan mendekat lalu berdiri di sebelah Shilla. Tujuannya jelas, untuk menegaskan Alvin suapaya buka mata lebar-lebar. Bahwa dibandingkan dengan penampilan Keke, si Shilla ini benar-benar bagaikan si Itik Buruk Rupa. Datang ke pesta ultah anak direktur kok kaya mau ke warung. Ala kadarnya.



Shilla sempat down juga melihat dandanan Keke yang bak selebriti itu. Untungnya Alvin juga tampil sangan kasual. Cuma pake celana jins biru dan kemeja flannel yang juga berwarna biru. Lengan kemejanya digulung sampai siku, sementara satu kancing atasnya dibiarkan terbuka.

Alvin tahu persis maksud Keke, karena itu dia meraih tangan Shilla dan menarik cewek itu ke sebelahnya.



“selamat Ultah Ke” ucapnya tanpa jabatan tangan, apalagi cium pipi dan palukan. Padahal Keke telah

menyusun rencana, kalau Alvin menjabat tangan pada saat mengucapkan selamat, dia akan meluk cowok itu. Soalnya kalau mengharapkan Alvin yang memeluknya, jelas-jelas tidak akan terjadi.

Dan pelukan Alvin itu diwakili Shilla, yang mengucapkan selamat ultah sambil menyerahkan kado dari mereka berdua.



Keke jelas tidak sudi membalas pelukan Shilla. Pertama, kerena memang bukan dari Shilla pelukan yang diharapkan. Kedua, karena Shilla datang berdua dengan Alvin. Dasar penghhianat!!

Tanpa menunggu dipersilahkan, Alvin langsung mengandeng Shilla melintasi halaman luas rumah mewah itu menuju ruang tempat pesta diadakan. Sementara yang punya hajat dibiarkan berdiri terperangah di pintu gerbang.



Begitu masuk ruangan, semakin merasa seperti masuk kadangang serigala. Mata-mata yang sejak tadi –sejak dia dan Alvin datang- sudah menatap tajam-tajam dengan sejuta makna, keget, tidak menyangka, penasaran, dan menguntit setiap geraknya tanpa jeda. Dia sampai tidak berani melirik kiri kanan.



Ngeri..!



Dan yang membuat Shilla semakin nervous, semakin salting, Alvin memperlakukannya benar-benar mesra. Dia di gandeng ke mana saja dan tidak dibiarkan jauh sedikit pun.

Kayaknya Alvin tahu, sedikit saja dia lengah Shilla bisa jadi serpihan. Dicabik-cabik kawanan macan betina di sekitar mereka. Sampai Shilla ke kamar mandi pun Alvin setia mengekor -,- lalu menunggu di luar mirip satpam pribadi -______- Di takut kalau tidak ditungguin, Shilla bakalan tewas dibenamkan di bak mandi. Kalau melihat ekspresi wajah-wajah yang hadir, itu memang bukan hal yang mustahil.



Setengah mati Shilla berusaha tetap kelihatan tenang. Wajar. Mengimbangi Alvin yang sepertinya juga masa bodo dengan suasana pesta yang berubah drastis begitu mereka tiba. Dari meriah jadi mencekam.

Shilla tak kuasa mencegah. Perasaannya kontan jadi kacau. Jemarinya jadi dingin, dan dalam genggaman Alvin, jemarinya semakin dingin lagi.



Alvin yang mengira Shilla gugup karena ekspresi-ekspresi sinis yang bertebaran di seluruh ruangan pesta akhirnya melepas genggamannya. Tapi gantinya.... dia merangkul Shilla..!

Akibatnya lebih parah. Semua mata kontan membesar. Terbebelalak tak percaya, dan berpotong-potong hati langsung patah, jatuh berserak.



Shilla sendiri tak bisa lagi mencegah perasaannya untuk tidak melambung tinggi di antara awan dan tinggal menunggu kapan dan di mana dia akan jatuh. Dan karena kedatangan mereka memang bertujuan untuk memngumumkan mereka sudah ‘jadian’, maka Alvin meresa satu jam sudah cukup.

Saat itu Keke sudah siap meniup lilinnya yang baru saja dinyalakan. Diiringi lagu Happy Brithday yang mengalun sumbang dan tepuk tangan ogah-ogahan, dia meniup lilin berbentuk angka 18 itu kuat-kuat. Api di ujung sumbu langsung padam tanpa sempat bergoang kiri-kanan sedikit pun. Setelah itu dia masuk ke ruang tengan dan mempersilahkan siapa saja yang ingin mencicipi kue ultahnya untuk motong sendiri.



Kejadian itu membuat Shilla semakin merasa tidak enak *kasih kucing aja shill, kalo gak enak -,-* Dia berdoa mudah-mudahan Cuma penglihatannya saja yang salah. Acara tiup lilin biasanya selalu jadi momen terpenting dalam setiap pesta ultah, jadi terasa kering, Karena itulah Shilla cepat-cepat pamit.

Alhasil, dalam waktu Cuma satu setengah jam, Shilla langsung dapat musuh bejibun! Begitu sudah pulang, dia diumpat dan dimaki habis-habisan. “shilla sialan! Kurang ajar! Brengsek!” teriak Keke nyaring. Tidak peduli rumahnya masih penuh orang.



Wajar kalau Keke jadi naik darah. Pesta ini bukan pesta murah. Juga bukan pesta amal, berjam-jam dia dandan di salon, sampai badannya pada pegal. Baju yang dia pakai sekarang juga dipesan khusus dari perancang ngetop, dengan enam angka nol di label harganya.

Dan semua itu sia-sia!! Sia-sia!!!

Keke berdiri berang di ambang pintu. ‘Awas aja elo besok, Shill! Bakalan dapet ganjaran! Seenaknya aja maen rebut inceran orang!’ Umpatnya dalam hati.



_____*_____*_____*_____



Sekarang baru jam setengah tujuh pagi, tapi sepertinya satu sekolah sudah tahu. Dan semuanya penasaran ingin melihat kayak apa sih cewek yang dipilih Alvin.

Shilla benar-benar gak nyangka. Pantas tadi Alvin bersikeras mereka harus berangkat sama-sama. Ternyata!!



“aneh ih..!” desis Shilla kaget “ baru juga semalem, masa sekarang beritanya udah kesebar?”



Alvin tersenyum tipis



“elo yang aneh. Elo kan cewek. Masa gak tau kecepatan mulut cewek?”



“iya, tapi mulut gue dak secepat ini”



Alvin jadi ketawa



“gila ih..” desis Shilla panik, begitu melirik ke segala arah dan ternyata semua mata benar-benar tertuju pada dirinya.



Ada yang menatapnya dengan sorot aneh, ada yang cuek, ada yang sirik, ada yang sirik banget -.- ada yang marah malah.

Tapi tak satu pun yang berbahagia melihat Shilla berjalan di sebelah Alvin. Tahu Shilla panik, Alvin langsung merapat. Dan itu membuat para mata yang sejak tadi mengikuti mereka menatap semakin lebar.

Kabar bahwa Alvin telah memilih seseorang untuk menjadi ceweknya memang sudah menyebar. Cuma dalam tempo sehari, Shilla langsung jadi selebriti local.

Semua ingin tahu, yang pasti sih para ceweknya. Kalau cowok-cowok sih kebanyakan pada masa bodoh masalah itu. Yang mana sih yang namanya Shilla? Kayak apa tampangnya? Seksi gak bodynya? Dan setelah tahu yang mana oknum yang bernama Shilla itu, kebanyakan langsung protes keras.



“kok bisa sih?”



Shilla memang manis, apalagi kalau tertawa muncul sepasang lesung pipi dari pipinya *anggap aja Shilla kayak gitu hehe ._.v* dan lagi Shilla mungil, putih dan kecil, kayak marmut! Tuh, bayangin, sampai ada yang bilang begitu saking siriknya.

Shilla Cuma diam, untung gue putih, keluhnya. Coba kalo item, udah kecil, item lagi. Kayak tikus deh v(^_^)v



Masalahnya cewek-cewek yang lebih manis dan lebih cantik dari Shilla jumlahnya bejibun. Sebut saja yang paling menonjol: Angel, kembang SMA Buana Karya kalau dia sih jangan ditanya deh. Gilaaa cantik banget!!

Semua curiga, dan menduga pasti ada faktor x,y, dan z yang melatarbelakangi proses ‘jadian’nya Shilla-Alvin yang terkesan penuh misteri itu. Kalau orang Jawa bilang ujug-ujug gitu loh *gak ngerti.. maklum kan copas dari novel v(-_-)v* Tiada angin, tiada hujan, plus tiada petir pula, kan lucu kalau tiba-tiba saja banjir.



Begitulah kesimpulan para pengamat. Pengamat yang sirik tentunya. Apalagi dari kabar angin yang beredar, Alvin juga kejatuhan cinta Angel sang primadona.

Kan aneh kalau Alvin cuek, sementara Angel yang biasanya tahan harga karena begitu banyaknya peminat, sekarang malah bersedia memberikan diskon sampai lima puluh persen! Khusus buat Alvin! Makanya kemudian berkembang isu bahwa Shilla ‘Mandi Kembang Tengah Malam”. Karena mendapatkan Alvin dengan begitu gampang.

Shilla jelas jadi sewot dituduh begitu. Alvin sih, seperti biasa, tetap santai dan gak pusing sama omongan apa pun di sekitarnya. Apalagi dia juga tidak dirugikan dengan tuduhan itu. Tapi Shilla ini yang runyam, yang merasa nama dan harga dirinya tercoreng. ‘Mandi Kembang Tengah Malam?’



Shilla melotot di depan kaca. ‘Emangnya muka gue seancur Mak Lampir?’ Gerutunya dalam hati. ‘Kalopun iya, kalo kudu sampe mandi kempang ngapain Cuma untuk Alvin? Mending Robert Pattinson sekalian’.



Alvin sendiri ternyata telah memperhitungkan akibat tindakan mereka itu. Dia langsung mengubah kebiasaan, tidak lagi menunggu bel dengan cara berkeliaran ke kelas-kelas lain atau ngobrol teman-temannya yang juga anak basket, ataupun baca buku di perpus. Dia takut meninggalkan Shilla. Takut begitu dia balik, itu cewek keburu RIP.



Keke juga cewek-cewek lain, jadi semakin dongkol. Mereka terpaksa sabar menunggu kesempatan untuk bisa menggayang Shilla. Tapi kesempatan itu sepertinya tidak akan datang, karena Alvin-Shilla sekarang benar-benar mirip pasangan kembar siam. Ke mana-mana selalu berdua, tak terpisahkan. Makan di kantin berdau, ke perpus berdua, ngerjain tugas berdua. Kalau Alvin latihan basket, Shilla sabar menunggu di pinggir lapangan. Kalau Shilla sibuk di PMR, Alvin ikut nimbrung di sekretariat.

Benar-benar bikin sakit mata! Dan banyak orang jadi mau marah!



_____*_____*_____*_____



Serapi-rapinya rencana yang sudah disusun, secermat-cermatnya semua kemungkinan yang telah diperhitungkan, tapi yang namanya kejadaian tak terduga bisa datang kapan saja.

Suatu hari, saat Alvin harus latihan basket, mendadak ketua PMR memerintahkan seluruh jajaran pengurus untuk berkumpul karena akan ada rapat penting. Hal itu diumumkan lewat pengeras suara waktu jam istirahat pertama. Semua pengurus PMR harus hadir di sekretariat begitu jam sekolah selesai.

Shilla yang menjabat bendahara II, jelas saja harus hadir. Bagitu sekolah usai, dia langsung pergi ke sekretariat diantar Alvin. Tapi cowok itu Cuma bisa mengantar, tidak bisa menunggu karena dia juga harus latihan basket.



Begitu Alvin pergi, entah kenapa Shilla langsung mendapat firasat jelek. Soalnya di situ ada Aren, anggota PMR. Aren sebenarnya tidak masuk jajaran pengurus, tapi kok hadir? Itu yang aneh!

Pasti dia mata-matanya. Karena waktu break sepuluh menit, tuh anak menghilang, sementara yang lainnya tetap di ruangan. Dan tiba-tiba saja, lima belas menit sebelum rapat selesai, di luar ruangan nongol Keke dan Zevana, diikuti beberapa kaki tangannya. Kalau Shilla sedang berjalan berdua Alvin, cewek-cewk itu selalu menatap Shilla seperti ingin membunuh.



Shilla langsung ketar-ketir. Masalahnya, cerita bohongan belum selesai semuanya. Masih banyak bagian yang bolong di sana-sini. Betul saja, begitu rapat selesai, Aren langsung mendekat.



“kami mau ngomong Shill”



“kami siapa?”



“elo gak usah pura-pura bloon deh”



Shilla melirik lewat sudut mata. Tampang Aren jelek banget ._.v



“ngomong aja kalau mau ngomong”



“gak bisa di sini”



“kenapa? Udah deh gak usah sok secret. Gak ada orang juga”



“pokoknya gak bisa di sini”



Belum sempat Shilla bilang keberatan, tangannya langsung dicengkram. Dengan kasar Aren menarik si mungil itu keluar. Di luar, Keke dan Zevana, dengan gaya bak bos penyamun -.- beranjak mendekati sambil melotot.



“jangan dikira elo bisa lolos selamanya ya!” bentak Zevana



“dan elo mesti ngomong yang sejujurnya sama kita-kita” perintah Keke

Dengan pengawalan yang super ketat, Shilla digiring pergi dari situ.



_____*_____*_____*_____



Rumah Nadya letaknya agak jauh dari SMA Buana Karya. Kalau siang rumah itu sepi, Cuma ada pembantu, soalnya Nadya anak tunggal dan kedua ortunya kerja. Jadi ke sanalah Shilla di bawa.



“duduk” perintah Keke. Dengan menahan dongkol, Shilla menuruti perintahnya “sekarang elo ceritain gimana elo bisa tiba-tiba jadian sama Alvin? Jangan coba-coba bohong!!”



“ngapain gue mesti bohong sama lo?” jawab Shilla ketus



“bagus! Sekarang ceritain yang sebenernya”



“elo kira elo tuh siapa nyuruh-nyuruh gue cerita?”



“ehh..! elo jangan macem-macem ya! Elo kan tau gue naksir Alvin!!”



“itu sih urusan elo!”



Keke mendesis. Ia melotot sampai manik matanya seolah hampir copot.



“kurang ajar! Elo tau gak? Gue udah habis puluhan juta buat pesta kemaren tau! Emangnya itu semua

makanan murah? Lo kira dekorasinya asal-asalan? Belom baju gue!!”



“terus kenapa? Elo mau minta ganti sama gue?”

Keke langsung tertawa keras



“heh, mana bisa? Emangnya lo punya apa sih? Baju yang lo pake ke rumah gue itu tuh, ama gue sih, gue pake buat tidur siang! Gue gak bakalan keluar rumah pake baju begitu, apalagi ke pesta!”



Shilla mengatupkan bibirnya rapa-rapat. Kalimat panjang itu menikamkan luka. Dia sakit hati!!



“dan kami sangat yakin, itu Cuma rekayasa!!” tukas Irva



“iya, pasti ada sesuatu”



“hahaha...” shilla tertawa untuk menyembunyikan rasa kekagetannya “gak ada rekayasa-rekayasaan kok!”



“pasti! Karena cowok kayak Alvin, gak mungkin naksir cewek kayak elo!!”



“ohh,, begitu?” shilla tertawa lagi. ‘Pede banget sih anak satu ini!’ Pikirnya “naaahh, kalo sama gue aja dia gak bakalan naksir, apalagi sama elo!!”



Irva, yang bodynya seksi tapi padat,*sorry..sorry aku gak maksud, tuntutan novel ini (?)* mukanya langsung merah.



“bukannya elo yang naksir dia duluan?” tuduh Dea



“enak aja! Gue gak ada tampang kayak gitu tau!”



“kali aja lo paksa”



Shilla terperangah sesaat, terus ketawa geli banget



“elo tuh kalo ngomong mikir dulu dong! Masa? Lo gak liat badan si Alvin gede begitu. Maksa-maksa dia

jadi pacar, bisa koit gue di kemplang (?)”



Dea terdiam iya juga sih. Alvin itu terlalu giant untuk Shilla yang kecil mungil *anggap aja shilla kayak gitu J* Eh, tapi kan maksanya gak harus dengan fisik. Bisa maksa dalam bentuk lain.

Dea terbelalak. Jangan-jangan isu itu betul! Shilla mandi kembang, atau kalau gak.... dia pakai hipnotis!



“eh denger yah!” bentak Shilla, benar-benar sewot gara-gara dituduh sudah melibatkan dukun “kalo pun gue mesti pake jalan kayak gitu, gue gak bakalan ngincer Alvin. Mending juga Bruno Mars *hahahaha* kalo dia nanti konser ke Jakarta, *waktu itu di Senayan kan??* atau gue rebut aja sekalian Justin Bieber dari Selena Gomez *hahahahahahahahaha*”



“Alvin bilang alasan dia suka elo?” Tanya Zevana yang sejak tadi diam. Sebenarnya dia tidak ingin ikutan ngompres Shilla, soalnya dia jadi merasa terbanting banget-banget. Sampai harus begini. Masa dia bisa kalah sama cewek melarat?



“jelaaaaaas dong..” jawab Shilla bangga “pertama, karena gue manis. Kedua, karena gue imut, mungil.. ketiga, karena gue gak centil kayak elo-elo! Dan keempat....” Shilla tersenyum centil “karena dia cintaaa sama gue”



“terus,, langsung elo terima?” bentak Zevana



“kalo pun gue tolak, dia bersedia nunggu. Terus elo semua mau apa?”



Semua tercengang lagi. Sampai segitunya?

Keke jadi naik darah



“bohong! Gak mungkin! Jangan percaya!!!!” dia menyeruak maju “Awas Ren *<-nama gua haha*” dia mendorong Aren ke samping “Shilla, elo..... pasti bohong! Elo pasti ngibul..! pasti!!!”

Shilla menutup kuping gara-gara Keke berteriak di depannya persis



“udah deh kalo gak ada peluang, mending lo cari sasaran lain aja!”



“apa lo bilang?” teriak Keke berang “elo emang bener-bener sialan” dia menyentak tubuh Shilla ke belakang. Shilla langsung membalas. Dia mendorong Keke kuat-kuat. Harus kuat-kuat, karena tubuhnya kalah gede *gak kebalik ya? Aslinya Shilla yg gede, Keke yang mungil ._.V*



“lo jangan gitu dong! Lo mau nanya apa mau ngajak berantem??”



“udahh! Udah!!” Pricill *pricill ikutan gpp kan?* buru-buru melerai. Dia tidak mau ada bentrok fisik. Bahaya soalnya bisa ke mana-mana beritanya, dan salah-salah bisa disidang di ruang guru. Kalau itu sampai terjadi, alamat dia juga bakalan ikut dipanggil, kan malu jadinya! Emang sih, dia juga dongkol sama Shilla, ngiri plus sirik, tapi kalau sampai semua orang tahu dia ikutan ngeroyok, terpaksa pakai topeng ke sekolah!



_____*_____*_____*_____



Di tempat lain, Alvin juga tidak tenang latihan. Lemparannya tak satu pun ada yang masuk ring. Bayangan Shilla yang terpaksa dia tinggal sendirian, membuat konsentrasinya pecah.

Dan begitulah latihan -yang waktunya dia percepat sendiri- selesai, Alvin langsung cabut ke sekretariat PMR. Tapi terlambat, Shilla sudah raib.



Kalang kabut, dia memeriksa semua ruangan satu persatu. Tapi kompleks bangunan di SMA Buana Karya kelewat luas, dan bertingkat pula.

Alvin baru memeriksa setengah sekolah, tapi napasnya serasa hampir putus. Kebetulan dia ketemu Mang Dadang. Sang penjaga sekolah itulah yang memberi tahu Alvin bahwa Shilla dibawa Keke cs ke rumah Nadya.



“sial..!” sesis Alvin sambil buru-buru balik badan dan lari secepat-cepatnya. Benar saja!! Waktu dia sampai di rumah Nadya, Shilla sedang dalam cengkraman Keke.



Tanpa permisi, dia menerjang pintu depan dan menyeruak masuk dengan langkah-langkah panjang. Cewek-cewek yang mengelilingi Shilla kontan diam. Menatap ngeri wajah Alvin yang merah padam menahan marah.



Semua langsung menggeser tubuh begitu Alvin menerobos ke tengah kerumunan dan meraih Shilla ke dalam pelukannya *aaaaa mauuuuu*. Cowok itu memandangi wajah-wajah di sekitarnya dengan tatapan tajam. Tanpa bicara, dia membawa Shilla keluar.



“elo gak apa-apa Shill?” dengan cemas dipandangnya wajah di sebelahnya.



Shilla tidak menjawab, cemberut berat! Dia sakit hati. Marah, dongkol, emosi. Seenaknya mereka main tuduh. Gak pada tau cerita sebenarnya sih!



Alvin merasa bersalah. Makanya dia tidak bertanya lagi, malah mempererat rangkulannya dan berucap lirih “maafin gue, Shill”

_____*_____*_____*_____



Sejak peristiwa itu, Alvin benar-benar mempererat pengawalannya. Tidak dibiarkannya Shilla hilang sekejap pun dari pandangan mata. Dan seandainya jadwal kegiatan ekskul mereka bertabrakan dialah yang mengalah.



Dan Shilla yang tadinya slow-slow saja, sekarang jadi ngebut menyelesaikan ‘makalah’ yang membahas seputar jadiannya mereka. Gara-gara cewek-cewek sialan itu, yang bilang segala macam. Alvin bego lah, buta lah, kena pelet lah, kena tipu acting cueknya Shilla lah, banyak lagi deh.

Tapi yang paling menyakitkan adalah ucapan Zevana, yang sampai ke telinga Shilla setelah lewat estafet panjang.



‘Shilla memang ketiban bulan. Tapi Alvin ketiban monyet’ v(-_-)v

Tuh, kurang ajar banget kan? Waktu Ify membisikkan kaliamat itu, Shilla hampir mbledug. Tapi dia tidak mau memberi tahu Alvin soal omongan-omongan itu. Tuh cowok sepertinya sabodo teuing.

Makanya tadi siang di mobil Alvin, sekali lagi Shilla minta ketegasan cowok itu bahwa soal karang-mengarang itu seratus persen jadi urusannya. Dan Alvin mengangguk, alasannya memang cukup masuk akal.



“kalo elo ngarang, gue juga ngarang, nanti kita terpaksa harus nyocokin sana-sini. Malah repot” ujar Alvin “jadi mendingan elo aja. Cewek kan biasanya lebih pinter untuk urusan kayak begitu. Gue tinggal iya aja nanti”



Alhasil, setelah berfikir mencari inspirasi selama hampir delapan jam, tergolek di atas tempat tidur dengan berbagai pose dan menghabiskan kira-kira enam gelas Milo, satu pak wafer cokelat, sekantong cheesestick, dan sekotak kuaci ‘makalah’ itu kelar juga meskipun masih banyak bagian yang bolong di sana-sini.



Dan besoknya, minggu sore, Alvin mengajak Shilla keluar untuk membahas soal itu.



“kok ke sini?” Shilla agak heran waktu Alvin membelokkan mobil ke halaman sebuah restoran



“emang kenapa?” Alvin balok nanya



“ng... gak apa-apa sih” Shilla ragu mau bilang resto itu terlalu romantic untuk jadi tempat membahas masalah mereka. Padahal kedatangan mereka ke sini justru untuk menetralkan perasaan. Yang pasti sih perasaan Shilla sendiri. Kalau untuk Alvin jelas tidak punya perasaan ._.v



Resto ini begitu teduh oleh rimbunnya pepohonan, seluruh bangunannya terbuat dari kayu, pernak-pernik etnik mendominasi hampir seluruh ruangan, bahkan tanaman-tanaman di sekelilingnya.

Lukisan-lukisan Bali memenuhi dinding. Ukiran-ukiran Jepara yang anggun menghiasi meja dan kursi. Secara keseluruhan resto ini betul-betul menghadirkan suasana romantic. Endless Love yang mengalun begitu lembut di antara gemeresik daun dan gemericik air juga berhasil menambah pekat kegelisahan Shilla yang sedang berjalan di sebelah Alvin, menapaki batuan di sela-sela hamparan rumput.

‘Kenapa sih lagunya Endless Love?’ Gerutunya dalam hati. Bikin nervous aja!



“di sini ayam panggangnya enak” kata Alvin setelah mereka duduk berhadapan



“ooooohh” shilla Cuma bisa ber-oh. Dia tidak sanggup menelan seenak apapun ayam panggangnya. Masalahnya, mereka akan membahas ‘makalah’ bagaimana mereka telah fall in love dan akhirnya mereka jadian. Padahal itu Cuma pura-pura, sementara jauh di dalam hati dan mimpi Shilla, dia ingin kebalikannya *yang bener Shill? Haha*



Akhirnya pesanan mereka datang, ayam panggang yang menggiurkan. Berwarna cokelatdengan lelehan lemak dan mentega. Baunya juga benar-benar harum.



“elo mau apanya Shill?” Tanya Alvin sambil menarik ayam panggang itu ke depannya.



“kakinya aja deh. Kayaknya gue pengen nyepak orang nih”



Alvin kontan ketawa.

“jangan nervous gitu dong” tegurnya halus. Shilla langsung tersentak



Ya Tuhan! Emangnya kelihatan ya? Buru-buru Shilla mencari alas an



“elo gak ngerasain sih. Gimana gue gak kesel kalo dituduh macem-macem!”

Kesibukan Alvin memotong-motong ayam langsung terhenti. Dipandangnya Shilla dengan sorot minta maaf (?)



“sorry banget Shill. Gue bener-bener bego waktu itu, gak bisa cepet sadar kalo elo dibawa ke rumah Nadya. Tapi gue janji, kejadian itu gak akan terulang”



Shilla menarik nafas lega. Untung deh Alvin salah sangka



“ini sebagai tanda permohonan maaf gue” Alvin meletakkan satu potong ayam di piring Shilla “itu bagian yang paling gede loh”



Shilla tersenyum tipis



“kita mulai sekarang ya?” Tanya Shilla. Alvin mengangguk tanpa suara karena sibuk makan



“hmmmm...” shilla membuka buku di tangannya dan langsung kebingungan. Kenapa ini sih bagian pertamanya? Keluhnya



“begini Vin...” katanya. Belum-belum sudah gugup. “kalo misalnya... elo ditanya.. ng... siapa yang.. yang...” Shilla tergagap, wajahnya merona merah. Ini memang pembicaraan yang sangat sensitive. Tapi Alvin tetap santai, mengunyah ayam panggangnya tanpa merasah kasihan melihat wajah kepiting rebus di depannya.



“yang duluan feeling, gitu?” Tanya Alvin



“ng.. iya”



“gue dong, masa elo”



“gitu ya?” shilla menarik napas lega. Untung deh, dia kira Alvin akan mempersilahkannya naksir duluan.



“jadi begini...” Alvin berhenti makan, lalu ngelap mulutnya “karena gue suka sama elo, makanya gue milih duduk sebangku sama elo. Dan kalo mereka Tanya kenapa gue suka sama elo, bilang aja elo gak tau“ -,-



“ohh,, itu sih jelas” jawab Shilla seketika. Memang begitu cerita yang sudah dia karang.



“terus apa lagi?” Alvin melanjutkan makannya



“terus kita jadian kira-kira sebelum ultahnya Keke? Sore gitu deh. Abis paginya kan belum ada apa-apa, gimana?”



“boleh..”



“teruuuuus..” Shilla menarik napas panjang. Bagian yang paling membuatnya pusing. Berjam-jam cari inspirasi, tapi tetap tidak dapat juga. Apalagi dia belum pernah punya pacar, jadi tidak punya bahan referensi “pas gue dikeroyok itu, Keke nanya.. elo nyatainnya gimana?” muka Shilla jadi merah lagi.



“nyatain gimana?” Alvin menatap cewek di depannya sekilas “bagusnya gimana?”



“gak tau” jawab Shilla polos. Alvin tertawa



“elo maunya gimana?” pancing cowok itu sambil mengambil setumpuk lalapan daun kemangi dari piring di depannya. Shilla gondok banget. Kambing di mana-mana gak punya perasaan! Gerutunya jengkel.



“gue sih maunya sih.. gak ada pernyataan” jawab Shilla, mendadak jadi judes. Alvin Cuma tersenyum, tetap tenang



“oke deh. Sorry. Kalo ini biar bagian gue. Elo suka sunset?”



“tergantung. Tapi di Jakarta gak ada momen sunset yang bagus”



“bukan itu point-nya Shill. Gue suka berburu sunset. Yang palinng bagus gue abadikan di Pantai Senggigi, Lombok. Jadi gitu aja. Bilang gue nyatain suka sama elo. Foto sunset di Senggigi. Ukuran 4R” -.-



“agak aneh”

Alvin tersenyum tipis “bunga, cokelat, apalagi kartu... itu udah basi Shill! Emang dulu cowok lo ngasih apa?”



Deg! Shilla tersentak. Alvin ini...!



“bukan urusan elo”



Alvin tersenyum lagi, “ya udaaaaah. Balik ke permasalahan. Bilang aja begitu sama Keke, atau siapa aja yang nanya, besok gue bawain fotonya. Elo kan tau Keke orangnya nekat. Kalo nanya ‘kok aneh? Ngasih foto? Bilang aja, gue janji ngajak elo ke sana kalo nanti kita kawin *amiiiiiiiiinnn* biar kapok dia!!”



HAH??????

Asli, Shilla sampai terngaga bengong, ya Tuhan.. tabah! Tabah! Tabah!

Alhasil, dua jam berduaan di resto itu, Alvin kenyang karena sudah menghabiskan dua piring nasi plus empat potong ayam panggang. Sementara Shilla kenyang karena nervous dan jantungnya terus-terusan loncat ke sana kemari.

Kayaknya gue mesti ke rumah sakit nih, keluh Shilla dalam hati. Nanya-nanya, kali aja ada jantung nganggur, soalnya jantung gue kayaknya sebentar lagi tewas, karena terlalu sering berdebar-debar lebih cepat dari batas ketentuan maksimum.



_____*_____*_____*_____





Bersambung........

Gimana??? Gimana??

Lanjut gak??

Hehehe..

Maaf kalo masih ada yang salah ketik/typo ._.v

Tidak ada komentar:

Posting Komentar